Urgensi Pakta Integritas

Terima kasih patut disampaikan kepada Saudari Bivitri Susanti, Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, yang menyampaikan kekhawatiran terhadap menjamurnya Pakta Integritas (selanjutnya disebut PI saja), dalam salah satu media cetak pada 15 Juli 2006. Kalau diterapkan tanpa persyaratan ketat dan detail, PI bisa jadi mainan pejabat dan politikus.

Karena itu, Transparency International Indonesia harus berhati-hati, teliti, selektif, dan bertanggung jawab dalam memilih orang-orang yang mau menandatangani Pakta Integritas. Kekhawatiran tersebut sangatlah beralasan, dan saat ini Transparency International Indonesia sedang intensif merancang dan mempersiapkan langkah-langkah antisipatif terhadap kemungkinan tersebut.

Di sisi lain, Transparency International Indonesia patut berbangga, karena PI salah satu alat pencegahan korupsi, terutama dalam proses pengadaan barang dan jasa, telah menjadi diskursus publik. Sejak digulirkan pertama kali kepada para pemimpin Komisi Pemilihan Umum pada pertengahan 2002, setiap tahun berdasarkan pengamatan penulis, PI tidak pernah absen dari lembaran-lembaran pemberitaan, perdebatan, ataupun polemik dalam berbagai media cetak, baik pro maupun kontra.

Hal itu cukup beralasan. Penolakan para pemimpin KPU terhadap penandatanganan dokumen PI pada saat itu telah menuai jeruji bagi para petinggi KPU itu sendiri. Adapun kemungkinan jeruji tersebut dapat terhindarkan, jika mereka menangkap peluang dan manfaat penandatanganan PI tersebut. Karena dokumen PI ini jika diterapkan secara sungguh-sungguh, dapat menghindarkan seorang pejabat, kontraktor, ataupun profesi lainnya dari jebakan praktek koruptif dan kolutif. Meskipun PI bukanlah produk hukum, penerapan PI di berbagai negara di dunia telah membuktikan efektivitasnya, ketika hampir semua produk hukum mengalami kebuntuan dan gagal menyelesaikan kasus-kasus korupsi.

Sebaliknya, berkah dan keberhasilan telah dipetik oleh Gubernur Sumatera Barat Gamawan Fauzi, yang secara langsung ataupun tidak, popularitasnya terdongkrak sejak menandatangani PI dalam pengadaan barang dan jasa pada 10 November 2003 saat menjabat sebagai Bupati Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Dari kedua kasus fenomenal tersebut, pada dasarnya Transparency International Indonesialah yang memfasilitasi perkenalan pihak-pihak tersebut dengan binatang yang namanya PI itu.

Kelonggaran
Sebagai pendekatan budaya dan moral, alat dan dokumen PI memang sangat longgar, sederhana, dan mudah dipahami oleh semua kalangan. Alat ini memang dirancang untuk digunakan manakala penggunaan instrumen hukum mengalami kebuntuan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Apalagi keberadaan mafia peradilan di hampir semua negara sedemikian kuatnya. Dengan pendekatan moral, pada dasarnya PI mencoba menjembatani aktivitas transaksi moral antara dua pihak atau lebih, saling menjajaki siapakah di antara mereka yang lebih bermoral serta bermartabat dengan mempertaruhkan tegaknya integritas bangsa dan negara mereka sendiri.

Demikian longgarnya, para koruptor pun (terutama yang gagal dibuktikan delik korupsinya di hadapan pengadilan) dapat juga menandatangani dokumen PI ini. Apalagi jika penandatanganan dokumen PI tidak disertai dengan penerapan secara komprehensif sembilan prinsip dasar PI, yaitu komitmen antikorupsi dari pemerintah, swasta, komitmen kedua pihak (pemerintah dan swasta secara bersama-sama), transparansi maksimum, mekanisme perlindungan saksi, pemberian penghargaan dan hukuman (reward dan punishment), resolusi konflik, pemberian sanksi, serta keberadaan lembaga pengawas independen.

Belakangan PI makin gencar menghiasi halaman media massa cetak Indonesia, di samping berita bencana gempa yang susul-menyusul terjadi di berbagai tempat di Indonesia. Diawali penandatanganan PI oleh Ketua Badan Kehormatan DPR RI Slamet Effendy Yusuf, pemberitaan makin gencar manakala beberapa anggota DPR RI yang lain telah antre untuk segera menyusul menandatangani PI juga.

Pakta Integritas
Pakta Integritas adalah salah satu alat dari Transparency International sejak 1990-an, sebagai pengejawantahan konsep besar Pulau-pulau Integritas (Islands of Integrity) untuk pencegahan korupsi, terutama dalam pengadaan barang dan jasa, dengan filosofi dasar membuat transaksi bisnis di antara kontraktor menjadi lebih fair. PI mampu menimbulkan hak dan kewajiban, tanpa mengubah hukum setempat. Saat ini telah banyak negara yang mengadopsi dan menerapkan PI. Seoul Metropolitan Government (SMG) di Korea Selatan menerapkan PI dengan memodifikasinya dengan nama Open System. Penerapan PI oleh SMG sejak Juli 2000 menjadikannya sebagai yang pertama kali menerapkan metode ini di kawasan Asia Pasifik.

Hasil survei yang dilakukan SMG setelah dua tahun menerapkan PI dengan responden para kontraktor menunjukkan 62,5 persen responden menganggap penerapan PI dalam kontrak pengadaan barang dan jasa cukup efektif menghentikan praktek korupsi, karena semua informasi tender lebih terbuka. Survei juga memperlihatkan 93,5 persen perusahaan (kontraktor) merasa puas dengan kualitas sistem pengadaan barang dan jasa.

Di Indonesia, keberadaan PI diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003, yang mengatur bagaimana seharusnya hubungan kerja antara kontraktor dan pemerintah dalam pengadaan barang dan jasa yang menggunakan anggaran negara. Kabupaten Solok, Sumatera Barat, adalah kabupaten pertama yang menerapkan Pakta Integritas dalam pengadaan barang dan jasa di Indonesia.

Ekonomi biaya tinggi
Dari penilaian Transparency International Indonesia terhadap penerapan PI Kabupaten Solok pada pengujung 2004, kemanfaatan PI dalam pencegahan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa memang mulai dirasakan. Dibanding periode sebelumnya, persaingan untuk memperoleh proyek lebih fair, tender yang diatur tidak terjadi lagi. Rantai birokrasi lebih pendek, hanya membutuhkan tiga kali tanda tangan, padahal sebelumnya paling tidak membutuhkan 13 kali tanda tangan. Proses pencairan dana lebih aman, dari giro ke giro dan hanya membutuhkan waktu satu hari. Administrasi surat-menyurat semakin rapi, dan setiap surat cepat mendapat jawaban. Aktivitas pengawasan, meskipun masih lemah, laporan pekerjaan proyek untuk kepentingan pencairan tahap berikutnya dikerjakan sendiri oleh kontraktor, pengawas hanya mencocokkan dengan kondisi lapangan. Dengan demikian, pekerjaan dilakukan dengan benar sehingga hasil pekerjaan berkualitas. Dampak lebih jauh, keberadaan PI jika diterapkan secara serius, menyeluruh, dan berbagai pihak benar-benar berintegritas menjalankannya, efisiensi ekonomi dapat diwujudkan.

Komitmen Integritas
Hal mendasar yang perlu penulis tegaskan, syarat mutlak dan mendasar keberhasilan pendekatan moral PI adalah adanya keteladanan dari pemimpin suatu wilayah atau institusi serta komitmen serius dari semua pihak untuk menjaga keberadaan PI. Karena PI saat ini telah menjadi dokumen milik publik, Transparency International Indonesia sendiri tidak bijaksana jika melarang siapa saja yang akan menandatangani PI. Yang harus secara jelas dipahami oleh masyarakat adalah, jika penandatanganan PI hanyalah menandatangani selembar dokumen tanpa disertai penerapan 9 prinsip PI secara menyeluruh, hal itu bukanlah Pakta Integritas (Integrity Pact), tapi hanya Komitmen/Pernyataan Integritas (Integrity Pledge). Keduanya hampir sama, tapi sangat jelas berbeda. Hingga pada gilirannya kontrol terkuat terhadap penandatanganan semua dokumen tersebut kembali kepada rakyat melalui penyampaian informasi sejelas-jelasnya, melalui kebaikan hati teman-teman media massa yang masih punya integritas demi bangsa dan negara tercinta.

Heni Yulianto, MANAJER PROGRAM TRANSPARENCY INTERNATIONAL INDONESIA

Tulisan ini disalin dari Koran Tempo, 26 Juli 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan