Upaya Praperadilan tersangka BG Tidak Tepat

Peneliti Pusat Studi hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting mengatakan upaya Praperadilan yang dilayangkan oleh tersangka Komjen (Pol) Budi Gunawan  tidak dapat membatalkan statusnya sebagai tersangka. Menurut undang-undang, lembaga Praperadilan tidak berwenang membatalkan suatu penetapan tersangka.

Hal ini dibuktikan melalui Pasal 77 KUHAP yang mengatur bahwa Praperadilan hanya berwenang memeriksa sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, dan ganti kerugian dan rehabilitas bagi seorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan dan penuntutan.

"Sangat jelas dalam pasal tersebut penetapan tersangka dan dimulainya penyidikan bukanlah objek pemeriksaan Praperadilan. Karenanya, Praperadilan tidak dapat membatalkan status tersangka dan tidak bisa menghentikan proses penyidikan atas tersangka Komjen (Pol) Budi Gunawan," kata Miko Ginting dalam siaran persnya.

Sebelumnya, lanjut Miko, pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Ham (Menkopolhukam) Tedjo Edi Purdijatno, kepastian pelantikan tersangka Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai Kapolri menunggu proses Praperadilan tidak tepat dan tidaklah jelas. Pasalnya, hal tersebut tidaklah berkaitan. Maka dengan mempertimbangkan norma kepatutan dan asas umum pemerintah yang baik, seyogyanya Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak menunda pembatalan pengangkatan tersangka.

Selain itu, sesuai Pasal 40 UU No. 30 tahun 2002 tentang KPK, dalam hal ini KPK tidak berwenang menertibkan surat perintah penghentian penyidikan maupun penuntutan. Maka cepat atau lambat tersangka Komjen (Pol) Budi Gunawan akan menyandang status terdakwa ketika perkaranya dilimpahkan ke Pengadilan.

"Seharusnya Presiden segera mengajukan nama baru calon Kapolri kepada DPR. Dengan demikian tidak ada alasan bagi Presiden Jokowi untuk tidak segera membatalkan pengangkatan seseorang yang berstatus tersangka dan nantinya menjadi terdakwa sebagai Kapolri," ucapnya.

Diapun menegaskan Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) perlu mengawasi proses Praperadilan tersebut. Sebagai catatan sebelumnya, MA pernah menjatuhkan sanksi disiplin kepada Hakim Praperadilan Suko Harsono dalam kasus Bioremidiasi PT. chevron indonesia sengan tersangka Bachtiar Abdul fatah.

"Di sana Hakim Suko Harsono dijatuhi sanksi karena membatalkan penetapan tersangka dengan memperluas objek Praperadilan," tegasnya.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan