Upaya Pemberantasan Sistemik Korupsi di Daerah Dinilai Tak Ada

Maraknya korupsi di daerah menunjukkan tidak ada upaya pemberantasan korupsi yang bersifat instrumental dan sistemik yang dilakukan pemerintah. Bersih-tidaknya suatu daerah tergantung dari sosok kepala daerah setempat. Pemerintah pusat dinilai tak mampu mengontrol sekaligus tidak punya kaki dalam pemberantasan korupsi di daerah.

Direktur Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada Zaenal Arifin Mochtar, Rabu (23/3), mengatakan, ”Sistem tidak terbangun. Daerah yang korupsinya sedikit lebih disebabkan kepala daerahnya kreatif. Jadi masih faktor personal.”

Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch mengenai tren korupsi 2010, keuangan daerah masih menjadi sektor utama yang dikorupsi. Pada semester I 2010, terdapat 38 kasus korupsi di sektor ini (tertinggi). Pada semester berikutnya terdapat 44 kasus (peringkat kedua setelah korupsi di sektor infrastruktur).

Pegawai pemerintah daerah juga ditengarai sebagai pelaku korupsi terbanyak (86 kasus) pada semester II 2010. Jumlah itu belum termasuk kepala daerah (21), kepala dinas (70 orang), dan perangkat lain, seperti sekretaris daerah, asisten, atau camat/perangkat desa.

Menurut Zaenal, pemerintah sebenarnya sudah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Namun, inpres itu tidak banyak mendorong pemberantasan korupsi di daerah.

Peneliti ICW, Tama S Langkun, mengungkapkan, pihaknya juga tidak melihat ada rencana strategi pemberantasan korupsi hingga ke daerah. Pemberantasan korupsi hanya janji kampanye yang tidak terealisasi. (ANA)
Sumber: Kompas, 25 Maret 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan