'Upaya Lemahkan Penegakan hukum'
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumatera Barat (Sumbar) Antasari Azhar menyatakan, tuduhan perampasan kemerdekaan oleh terdakwa kasus korupsi di Sumbar merupakan upaya untuk melemahkan penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi.
''Masalah itu harus dilihat secara utuh, jangan sepotong-sepotong. Itu merupakan upaya melemahkan penegakan hukum,'' kata Antasari, kemarin.
Dia menjelaskan, tuduhan perampasan kemerdekaan itu berawal dari penetapan Pengadilan Negeri Painan, Sumbar, pada 19 Juni 2005, tentang penangguhan penahanan Direktur Utama PT Alsintan Makmur Jaya (AMJ) Kretikto Boentoro.
Boentoro menjadi terdakwa kasus korupsi sebesar Rp9 miliar dalam pengadaan mesin pertanian di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumbar.
Penetapan penangguhan penahanan pengadilan itu, kata Antasari, mendapat perlawanan (verzet) dari kejaksaan. Salah satu alasan perlawanan itu, katanya, karena pengalaman selama ini penangguhan penahanan sering dimanfaatkan para koruptor untuk melarikan diri.
''Kita tidak mau itu terjadi. Kalau terjadi yang disalahkan adalah jaksa, bukan pengadilan,'' kata Antasari.
Selain itu, tambah mantan Kapuspenkum Kejagung itu, perlawanan jaksa berkaitan dengan pelaksanaan tugas sebagai penuntut umum dalam kasus korupsi. Karena itu, lanjutnya, pihaknya berkeberatan bila pelaksanaan tugas hukum itu dianggap sebagai perampasan kemerdekaan.
''Itu tidak pas, karena jaksa melakukan itu dalam rangka menjalankan tugas penegakan hukum,'' tuturnya. Jadi, tegasnya, kelima jaksa tersebut tidak bersalah.
Mengenai izin Jaksa Agung untuk memeriksa kelima jaksa itu yang hingga kini belum keluar, Antasari mengatakan tidak tahu.
''Kita tidak tahu. Biasanya kalau ada permintaan izin ke Jaksa Agung, kita mendapat tembusannya. Tapi sampai sekarang kita belum terima surat itu,'' katanya.
Antasari mengungkapkan, dalam pemberantasan korupsi di Sumbar, jajarannya banyak menerima tekanan yang membelokkan kasus ke luar substansi masalah. ''Misalnya, dalam kasus Boentoro ini,'' paparnya.
Walau demikian, dia mengaku, tidak akan terpengaruh. (Hil/HR/N-4)
Sumber: Media Indonesia, 18 Januari 2006