Untuk Antisipasi Korupsi dalam Pilkada, Lintas Lembaga Bertemu

Beberapa lembaga yang terkait dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Departemen Dalam Negeri, Kantor Menteri Koordinator Polhukam, Mabes Polri, Kejaksaan Agung, Dewan Perwakilan Daerah, Kantor Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Komisi Pemilihan Umum, dan Badan Pemeriksa Keuangan, Selasa (15/3), bertemu di Gedung KPK Jakarta dan membahas upaya antisipasi terjadinya praktik korupsi dalam pelaksanaan pilkada.

Pertemuan yang dipimpin Ketua KPK Taufiequrrahman Ruki ini dihadiri Dirjen Otonomi Daerah Depdagri Progo Nurdjaman, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Sudhono Iswahyudi, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Suyitno Landung, Sekretaris Menko Polhukam Djoko Sumaryono, Ketua PAH I DPD RI HM Kafrawi, dan Wakil Ketua KPU Ramlan Surbakti.

Taufiequrrahman Ruki menegaskan, KPK bekerja sama dengan kepolisian dan kejaksaan akan mengawasi pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) untuk mencegah terjadinya praktik korupsi selama pemilihan berlangsung. Taufik mengatakan, dari penjelasan Dirjen Otda Progo Nurdjaman dan Wakil Ketua KPU Ramlan Surbakti ada dua bentuk korupsi, yakni politik uang selama proses pilkada yang akan dikeluarkan oleh para calon kepala daerah dan pengadaan logistik.

Untuk mencegah praktik politik uang dalam pilkada, Taufik meminta agar para calon kepala daerah, pimpinan KPUD, dan anggota DPRD untuk melaporkan harta kekayaan mereka. KPK juga meminta masyarakat untuk aktif mengawasi dan melaporkan bila ditemukan adanya indikasi praktik KKN di dalam proses pilkada.

Saya meminta KPUD dan bakal calon kepala daerah untuk memberikan akses informasi kepada masyarakat, antara lain soal mekanisme pelaksanaan pilkada, termasuk anggaran-anggaran yang diperoleh untuk melaksanakan pilkada, kata Taufik.

Selain itu, lanjut Taufik, jika mengacu pada UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, calon hanya dapat diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD. Akibat aturan ini, katanya, partai politik diminta transparan atas calon-calon yang akan mereka ajukan di daerah, misalnya diadakan konvensi. Ia juga meminta agar praktik pemberian gizi dihilangkan sehingga partai politik yang menjadi kendaraan bagi para calon bisa benar-benar menampilkan calon yang berintegritas.(VIN)

Sumber: Kompas, 16 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan