Unjuk Rasa Warnai Sidang Bupati Lamtim

Gelombang unjuk rasa mewarnai sidang lanjutan kasus dugaan penyalahgunaan APBD Lampung Timur dengan terdakwa Bupati Lamtim Satono, Kamis (23/12) di Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Lampung. Seperti sidang perdana kasus ini, Senin (20/12), pengunjuk rasa kembali mendatangi gedung PN Tanjung Karang untuk memberi dukungan kepada Satono yang didakwa sengaja memindahkan kas APBD Lamtim senilai Rp 108 miliar untuk mendapatkan bunga tambahan Rp 10 miliar.

Puluhan pengunjuk rasa yang tergabung di dalam Gerakan Masyarakat untuk HAM dan Keadilan mendesak majelis hakim yang menangani perkara ini menolak dakwaan penuntut umum. Mereka beralasan, dasar hukum yang digunakan untuk mendakwa Satono, yaitu Keputusan Mendagri No 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan Keuangan Daerah, telah dicabut.

Dua perwakilan pengunjuk rasa sempat ditemui ketua majelis hakim sekaligus Ketua PN Tanjung Karang Robert Simorangkir saat sebelum sidang. Seusai pertemuan ini para pengunjuk rasa menghentikan aksinya, lalu membubarkan diri.

Dikonfirmasi mengenai pertemuan itu, Sahlan Effendi dari Humas PN Tanjung Karang mengungkapkan, pertemuan itu untuk memberikan penjelasan kepada pengunjuk rasa agar mau memercayakan proses hukum Bupati Lamtim kepada pengadilan. ”Kalau tidak kami tanggapi, mereka terus berorasi dan akan mengganggu kami,” ujar Sahlan yang juga anggota majelis hakim yang menangani kasus Satono.

Ia menolak adanya anggapan pihaknya mendapat tekanan dari para pengunjuk rasa dalam upaya menangani kasus itu. Namun, ia mengaku heran, pengunjuk rasa yang muncul punya agenda berbeda-beda. ”Dulu, unjuk rasanya minta Satono segera diadili. Sekarang sebaliknya. Bingung kalau kita mengikuti,” ujarnya.

Sidang lanjutan kemarin dengan agenda pembacaan tanggapan penuntut umum terkait eksepsi penasihat hukum Satono. Sebelumnya, Sopian Sitepu, penasihat hukum Satono, mengajukan eksepsi bahwa dakwaan penuntut umum tak cermat atau kabur (obscuur libel).

Mereka menilai jaksa melanggar asas legalitas dengan menjadikan PP No 39/2007 tentang Pengelolaan Uang Negara sebagai dasar hukum. Sebab, aturan ini baru ada setelah perbuatan hukum terdakwa dilakukan. Terkait ini, jaksa menjawab dakwaan telah dibuat secara cermat.

Menurut A Kohar, jaksa penuntut umum, eksepsi yang disampaikan pengacara Satono lebih banyak menyinggung soal substansi materi perkara. Maka, eksepsi sepatutnya ditolak dan dilanjutkan dengan pemeriksaan materi perkara. Jawaban hakim atas eksepsi pengacara Satono pada 5 Januari 2011. (jon)

Sumber: Kompas, 24 Desember 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan