UNCAC: Korupsi di Sektor Bisnis Belum Teratasi
Pengusaha Filipina membentuk trust fund integritas.
Forum dunia usaha di Konferensi Putaran Kedua tentang Konvensi Antikorupsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCAC) kemarin berpandangan bahwa upaya mengatasi korupsi di sektor bisnis masih belum memadai. Koordinator Global Compact PBB Chui Ki Jo menyatakan, Sejauh ini upaya mengatasi korupsi di sektor ini belum cukup kuat. Hal serupa ditandaskan oleh penasihat General Electric dan wakil Kamar Dagang Internasional (ICC), Fritz Heimann. Ia menegaskan perlu ada mekanisme untuk memverifikasi dan memastikan komitmen perusahaan dalam mengimplementasikan Global Compact. Pekerjaan kita masih jauh dari selesai, katanya.
Kemarin konferensi yang digelar di Bali International Convention Centre, Nusa Dua, ini menginjak hari ketiga. Dibuka Senin lalu, pertemuan akan berakhir Jumat mendatang. Tercatat hadir 1.000 peserta lebih dari 118 negara.
Salah satu terobosan penting Konvensi UNCAC adalah mengkategorikan praktek suap dan penggelapan di sektor swasta sebagai korupsi. Langkah penting ini dimulai pada 2000, saat Global Compact diluncurkan. Global Compact adalah pakta dan jaringan global perusahaan yang diprakarsai PBB untuk melibatkan dunia usaha dalam perang melawan korupsi.
Prakarsa ini dilahirkan atas kesadaran bahwa korupsi hanya mungkin diberantas jika turut melibatkan sektor swasta dan tak cuma difokuskan ke birokrasi. Perlu dua orang untuk berdansa tango, kata Michael Pedersen dari World Economic Forum (WEF)/Partnering Against Corruption Initiative (PACI). Sejauh ini 3.700 lebih perusahaan dari 120 negara telah menekennya. Dari Indonesia, baru tercatat 58 institusi dan perusahaan.
Penerapannya di lapangan masih terbentur sejumlah kendala. Pemimpin sidang, Michael Kennedy dari New York Law Firm, mencatat saat ini bahkan belum ada kesepakatan untuk mendefinisikan korupsi. Misalnya, soal facilitating payment, uang pelicin dalam jumlah kecil untuk memuluskan proses administrasi rutin di pemerintahan. Transparency International dan PBB menggolongkannya sebagai suap, sedangkan PACI dan ICC tidak.
Di luar persoalan itu, forum sependapat bahwa kesadaran sektor swasta untuk ikut memerangi korupsi terus meningkat secara signifikan. Pelaku bisnis menyadari, korupsi mendistorsi market dan mereduksi kepastian berusaha. Survey PACI menunjukkan 90 persen perusahaan responden menyatakan telah memiliki sistem antikorupsi internal. Manajemen puncak Siemens, raksasa telekomunikasi yang tahun lalu didera tuduhan korupsi dan penggelapan pajak, kini mencanangkan target toleransi nol untuk korupsi.
Pelaku bisnis di Filipina sejak 2004 bahkan telah mendirikan Dana Integritas Filipina (PIF) untuk menyokong upaya mengurangi korupsi di sektor publik. Dikelola lembaga bernama Business for Integrity and Stability of Our Nation 2020 (Bisyon), dana PIF antara lain berasal dari donasi perusahaan yang tergabung dalam Bisyon, yang menyisihkan 2 persen dari nilai keuntungan bersih mereka untuk keperluan ini. Menurut studi, 17 persen dari pendapatan kotor perusahaan Filipina amblas ditelan korupsi. KARANIYA DHARMASAPUTRA
Sumber: Koran Tempo, 31 Januari 2008