Umumkan Tersangka Korupsi, Kajati Bali Dipanggil DPRD

DPRD Bali melayangkan surat panggilan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali Barman Zahir terkait pengumuman 20 anggota dan mantan anggota DPRD se-Bali yang menjadi tersangka kasus dugaan penyimpangan dana APBD.

Pemanggilan dilakukan Dewan setelah didesak kelompok massa yang menamakan diri Aliansi Masyarakat Penyelamat Demokrasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (AMPDH dan HAM) Provinsi Bali yang mendatangi gedung DPRD Bali di Renon, Denpasar.

''Kami tunggu hari ini juga surat panggilan terhadap Kepala Kejaksaan Tinggi Bali harus sudah selesai dibuat,'' kata Ketua AMPDH dan HAM Komang Mudita di tengah massa yang berjumlah sekitar 70 orang.

Sebelum tuntutan dikabulkan oleh anggota Dewan, Ketua DPRD Bali Ida Bagus Putu Wesnawa sempat berembuk dengan beberapa anggotanya. Dalam waktu tidak sampai satu menit, semua anggota Dewan yang hadir setuju mengabulkan tuntutan massa untuk memanggil Kajati Bali Barman Zahir.

''Karena semua anggota (Dewan) yang hadir setuju, jadi sikap saya tidak bisa yang lain,'' kata Wesnawa yang langsung disambut tepuk tangan massa. Usai pertemuan, Wesnawa langsung memerintahkan stafnya membuat surat panggilan untuk Barman.

Isi surat No 187/36/DPRD yang ditandatangani Wesnawa itu intinya mengharapkan kehadiran Kajati Bali ke Gedung DPRD Bali untuk menjelaskan tentang ekspose penetapan tersangka dalam kasus dugaan penyimpangan dana APBD pada Rabu (5/1).

Wesnawa mengharap Barman hadir dalam acara yang berlangsung 11 Januari mendatang dan tidak diwakilkan. 'Kami mengharap kehadiran saudara (Kajati Bali) tanpa mewakilkan' demikian bunyi surat panggilan Ketua DPRD Bali tersebut.

Usai menerima massa, Wesnawa kepada wartawan mengatakan, DPRD memiliki wewenang memanggil pejabat dalam lingkup sesama anggota musyawarah pimpinan daerah (muspida). ''DPRD memang punya kewenangan memanggil pejabat,'' ujarnya.

Kajati Bali Barman Zahir pada Rabu (5/1) mengumumkan 20 mantan anggota DPRD di provinsi ini yang menjadi tersangka kasus dugaan penyimpangan dana APBD. Namun, Barman hanya menyebutkan inisial mereka. Sembilan di antara para tersangka adalah mantan ketua DPRD kabupaten/kota se-Bali dan ketua DPRD Bali periode 1999-2004.

Menurutnya, kerugian yang ditimbulkan atas kasus dugaan penyimpangan APBD ini mencapai Rp184 miliar lebih.

Wesnawa yang juga mantan ketua DPRD Bali periode 1999-2004 mengatakan kalau dirinya menjadi tersangka, seharusnya Gubernur Bali juga ikut menjadi tersangka. Alasannya, APBD merupakan hasil kerja legislatif dan eksekutif. ''Ya, semestinya seperti itu,'' ujar Wesnawa saat ditanya soal kemungkinan keterlibatan Gubernur Bali dalam kasus tersebut.

Dana kaveling
Sementara itu, sejak kasus dugaan korupsi dana kaveling sebesar Rp33,375 miliar dengan terdakwa mantan Wakil Ketua DPRD Jawa Barat (Jabar) Kurdi Moekri disidangkan, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar kini tidak bersedia memberikan keterangan mengenai perkembangan pemberkasan tersangka lainnya, mantan Wakil Ketua DPRD Jabar Suyaman. Seluruh jaksa penyidik maupun Kajati Charles Mindamora menolak memberikan keterangan.

''Saya setiap hari pulang pergi keluar kota mengurus keluarga,'' kata Charles ketika dihubungi Media terkait perkembangan penyidikan kasus dana kaveling, kemarin.

Begitu juga Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kapenkum) Dade Ruskandar. Dia tidak mau berkomentar. ''Saya tidak bisa memberikan keterangan karena kasus ini (dana kaveling) telah disidangkan di Pengadilan Negeri Bandung,'' kata Dade, kemarin.

Namun, Dade membantah Kejati Jabar yang menangani kasus dana kaveling sengaja melakukan aksi gerakan tutup mulut. ''Itu (gerakan tutup mulut) sama sekali tidak ada. Bukannya kami tidak mau memberikan keterangan, tetapi tim jaksa penyidik masih mengolah keterangan dari para saksi yang telah diperiksa,'' jelasnya.

Menanggapi hal ini, pakar hukum tata negara Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Panca Astawa kepada Media mengatakan, gerakan tutup mulut yang dilakukan kejaksaan merupakan hal yang tidak wajar. Menurutnya, sebagai lembaga penyidik, kejaksaan harus transparan, apalagi kasus dana kaveling menyangkut kepentingan publik. (RS/EM/SG/N-2)

Sumber: Media Indonesia, 7 Januari 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan