Uang Soeharto Bisa Dilacak

Dana itu sekarang tidak ada.

Ahli hukum pidana Andi Hamzah mengatakan aparat hukum Indonesia serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) seharusnya bisa melacak aliran dana yayasan Soeharto yang diduga disimpan di Bank Indover, Amsterdam, Belanda. Menurut dia, aparat hukum Indonesia serta PPATK bisa meminta bantuan Belanda untuk melacaknya.

Berdasarkan konvensi internasional antikorupsi dan antipencucian uang, negara mana pun harus membantu pelacakan uang yang diduga tak wajar, ujar Andi saat dihubungi kemarin.

Dana dari yayasan-yayasan Soeharto ini menjadi sorotan karena Kejaksaan Agung menduga dana hasil korupsi yang disimpan di Bank Indover ini nilainya mencapai US$ 1 miliar atau sekitar Rp 9 triliun (Koran Tempo, 15 Maret). Kejaksaan Agung telah menyidik kasus ini sejak 2000. Bekas Jaksa Agung Marzuki Darusman membenarkan adanya dana itu (Koran Tempo, 15 Maret).

Dana yang kini entah lari ke mana itu, kata Andi, bisa ditelusuri jejaknya oleh PPATK tanpa harus ada permintaan dari aparat hukum. Sebab, PPATK tidak mengusut dugaan tindak pidana, tapi hanya melacak aliran uang. Pelacakan itu, kata Andi, bisa dilakukan meski Undang-Undang Antipencucian uang belum ada pada saat dana itu disimpan. Undang-Undang Antipencucian Uang berlaku pada 2003. Pemeriksaan terhadap perbuatan pidananya tidak berlaku surut (retroaktif), tapi penelusurannya bisa retroaktif, ujar Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Trisakti itu.

Ketua PPATK Yunus Hussein membenarkan pelacakan bisa dilakukan secara retroaktif. Karena pelacakan bukan tindak pidana, ujarnya saat dihubungi Tempo kemarin. Yunus mengatakan, berdasarkan aturan internasional Egmunt Club (perkumpulan PPATK sedunia), permintaan pelacakan harus dengan permintaan aparat hukum.

Di tempat terpisah, kemarin, Komisaris Bank Indover Subarjo Joyosumarto memastikan dana yayasan Soeharto sudah tidak ada. Sekarang tidak ada. Saya kan mengecek di pembukuan. Atau, mungkin dana itu buru-buru diambil, ujarnya kepada Tempo di kantornya.

Subarjo juga memastikan rekening Indover bersih dari uang Soeharto. Bersih. Ketika saya masuk, tidak ada uang itu. Saya tidak tahu bahwa dulu pernah ada, ujar Subarjo, yang menjadi Komisaris Indover sejak Juli 2006.

Menurut Ketua Badan Pekerja Indonesian Corruption Watch Teten Masduki, sejak Jaksa Agung dipimpin oleh Andi Ghalib sebenarnya sudah ada ketetapan MPR untuk mengusut harta Soeharto. Tapi tidak dijalankan dengan serius, juga saat Marzuki Darusman jadi Jaksa Agung, ujarnya.

Teten bercerita, Marzuki pernah ke Belanda meminta bank sentral di Negeri Kincir Angin itu membantu melacak dan mengambil kembali uang Soeharto di Indover. Tapi karena datang tanpa bukti yang kuat tentang korupsi Soeharto, bank sentral di sana tak banyak membantu, ujarnya.

Marzuki mengakui bertemu Jaksa Agung Belanda dan ketua bank sentral Belanda. Saya butuh dokumen untuk bukti-bukti pidana yang dilakukan (Soeharto), ujarnya. Sebab, saat itu, kejaksaan sedang mengusut kasus dana Soeharto di Bank Indover.YOPHIANDI | SUKMA | ANNE | SURYANI IKA SARI | TOMI ARYANTO | SANDY IP

Sumber: Koran tempo, 16 Maret 2007
------------
Anak Bank Sentral yang Tengah Bersolek

Bank yang bermarkas di Amsterdam, Belanda, ini 100 persen sahamnya dimiliki Bank Indonesia.

Indover Bank kembali ramai dibicarakan lantaran disebut-sebut menjadi salah satu tempat penyimpanan uang milik yayasan-yayasan pimpinan Soeharto. Bank yang bermarkas di Amsterdam, Belanda, ini 100 persen sahamnya dimiliki Bank Indonesia.

Semula bank ini adalah anak cabang De Javasche Bank (DJB) di Amsterdam dan berdiri pada 1891. Setelah DJB dinasionalisasi menjadi Bank Indonesia, cabang di Amsterdam ini diubah menjadi Indover Bank.

Pada awal operasinya, Indover hanya memiliki kantor cabang di Hamburg, Jerman. Kini Indover memiliki kantor subsidiary di Hong Kong, Singapura, dan kantor perwakilan di Jakarta.

Seperti tak hendak mengacuhkan ribut-ribut soal dana yayasan Soeharto yang pernah mampir ke brankas mereka, Indover Bank sekarang tengah bersolek. Pasalnya, BI segera melepas kepemilikannya guna memenuhi ketentuan Undang-Undang Bank Indonesia Nomor 23 Tahun 1999. Isi peraturan itu adalah larangan bagi bank sentral untuk memiliki anak perusahaan.

Paling lambat, akhir 2009, harus sudah dilepas, tutur Subarjo Joyosumarto, Komisaris Indover Bank, di Jakarta kemarin. Salah satu yang dilakukan pengelola untuk memoles Indover adalah membersihkan kredit macet akibat krisis moneter 1997-1998. Subarjo memastikan Indover Bank kini sudah menjadi bank sehat dengan total aset US$ 200 miliar.

Riset Tempo menyebutkan, pada akhir 1999, dana yang disalurkan Indover senilai US$ 1.749 juta. Dari jumlah itu, US$ 1.529 juta di antaranya mengalir kepada debitor Indonesia. Celakanya, 95 persen dari debitor tersebut tidak lancar membayar pinjaman. Kredit macet itu diserahkan ke Indoplus BV--semacam Badan Penyehatan Perbankan Nasional di Indonesia, kata Subarjo

Menurut rencana, Indover Bank akan dijual kepada Bank Ekspor Indonesia (BEI) dan akan menjadi perpanjangan tangan BEI ini dalam memfasilitasi pendanaan ekspor-impor. ANNE | SISILIA | PDAT

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan