Uang Pengganti; BPK Audit Lagi, Sarankan Pengendalian Internal
Saran Indonesia Corruption Watch agar Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK melakukan audit investigasi terhadap data uang pengganti di kejaksaan ditanggapi baik oleh BPK. Namun, BPK sudah berencana untuk mengaudit lagi data uang pengganti perkara korupsi yang ditangani kejaksaan.
Juru bicara BPK, Baharuddin Aritonang, Selasa (28/8) malam, menyampaikan, selama ini yang dilakukan BPK adalah audit umum mengenai laporan keuangan kejaksaan.
Memang ada bagusnya melakukan audit investigasi. Tapi, anggota I BPK yang bertugas mengaudit kejaksaan sudah berencana untuk melakukan audit lagi, kata Baharuddin.
Dia menyarankan kejaksaan mengaktifkan sistem pengendalian internal. Apabila sistem pengendalian internal berjalan baik dan data uang pengganti rapi, diyakini tak akan ada perbedaan angka yang menimbulkan persoalan seperti saat ini.
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2005 menyebutkan, jumlah dana pengganti yang tercatat dalam rekening Kejaksaan Agung (Kejagung) sebesar Rp 6,9 triliun yang tersebar dalam sejumlah rekening.
Baharuddin menyampaikan, data uang pengganti yang dibicarakan selama ini adalah laporan tahun 2004 yang tertuang dalam LKPP tahun 2005. Dengan demikian, data uang pengganti yang tersisa pada tahun 2005 dan tahun 2006 akan diaudit kembali. Angkanya bisa saja berubah karena uang pengganti setiap saat bisa bertambah, ujarnya.
Menurut Baharuddin, tak ada masalah apabila Jaksa Agung meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk membantu memverifikasi data uang pengganti. Selama ini BPK justru memaparkan hasil audit di Kejagung dengan harapan ditindaklanjuti dan diperbaiki secepatnya.
Di Kejagung, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman menyatakan, audit investigasi tak mungkin dilakukan BPK atas data uang pengganti di Kejagung.
Audit investigasi dilakukan apabila berdasarkan audit general terdapat indikasi kasus, kata Kemas.
Saat ini, ujar Kemas menambahkan, belum ada indikasi kasus mengenai uang pengganti yang dapat diaudit investigasi oleh BPK.
Datanya harus diverifikasi dulu, kata Kemas. (idr)
Sumber: Kompas, 29 Agustus 2007