Uang Pelicin lewat Istri Eks Wakapolri

Dugaan Suap Pemenangan Miranda sebagai DGS BI

Satu per satu terdakwa penerima cek perjalanan (traveler's check) dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) Miranda S. Goeltom masuk ke pengadilan. Setelah politikus PDIP Dudhie Makmun Murod, kemarin giliran Udju Djuhaeri duduk di kursi terdakwa Pengadilan Tipikor.

Udju adalah anggota Komisi IX DPR dari Fraksi TNI-Polri periode 1999-2004. Pemilihan Miranda sebagai DGS terjadi pada 2004.

Sama dengan Dudhie, sidang kemarin adalah yang pertama. Dari surat dakwaan terungkap empat nama anggota Fraksi TNI-Polri yang menerima cek perjalanan, termasuk Udju. Tiga nama lainnya adalah R. Sulistyadi, Darsup Yusuf, dan Suyitno. ''Mereka menerima cek perjalanan 10 lembar senilai masing-masing Rp 500 juta,'' kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Kadek Wiradana kemarin.

Menurut Wiradana, penyerahan cek itu difasilitasi Nunun Nurbaeti, istri politikus PKS yang juga mantan Wakapolri Adang Daradjatun. Nunun, kata Wiradana, berinisiatif menghubungi Udju melalui telepon. Dia meminta Udju menemui Ahmad Hakim Safari MJ alias Arie Malangjudo di Kantor PT Wahana Esa Sejati, Jalan Riau No 21, Jakarta Pusat. Itu terjadi setelah pemilihan  Miranda sebagai DGS BI di gedung DPR pada 8 Juni 2004.

Berdasar surat dakwaan, Udju dianggap menyalahgunakan wewenang sebagai anggota Komisi IX DPR yang membidangi perbankan. ''Terdakwa mengetahui bahwa pemberian cek perjalanan tersebut berkaitan dengan pemenangan Miranda sebagai DGS BI,'' jelas Wiradana. ''Perbuatan Udju itu bertentangan dengan kewajiban anggota DPR yang dilarang menerima imbalan dari pihak lain dalam melaksanakan tugasnya,'' tambah Koordinator Tim JPU Suwarji.

Atas perbuatan itu, Udju dijerat Pasal 5 Ayat (2) jo Pasal 5 Ayat (1) huruf b UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Udju diancam hukuman kurungan maksimal lima tahun.

Menanggapi isi surat dakwaan tersebut, Udju meminta waktu untuk berkonsultasi dengan tim penasihat hukumnya. ''Saya sudah mengerti isinya, terhadap dakwaan tersebut, izinkan saya berkonsultasi dengan tim penasihat hukum,'' ujarnya. Beberapa saat kemudian, Udju mengatakan akan mengajukan eksepsi pada sidang pekan depan.

Ketua Majelis Hakim Nanik Indrawati memutuskan menunda sidang hingga Kamis (18/3). Dia juga mempersilakan tim penasihat hukum Udju untuk mengajukan keberatan terhadap JPU terkait dengan kesalahan tulis periode jabatan Udju sebagai anggota Komisi IX DPR pada 1999-2004. Pada surat dakwaan ditulis 2004-2009. Kesalahan lain juga terjadi dalam penyebutan nominal angka cek perjalanan, yang seharusnya Rp 50 juta disebutkan Rp 5 juta.

Terkait dengan kesalahan tersebut, penasihat hukum Udju Djuhaeri, Inu Kertapati, mengatakan bahwa hal itu cukup krusial, terutama kesalahan tulis masa jabatan. ''Ketidakcermatan jaksa soal tahun merupakan titik penting karena itu bisa menjadi indikasi perbuatan tersebut dilakukan pada masa menjabat atau tidak. Kalau salah angka, sudah biasa," ujar Inu.

Setelah sidang, Udju membantah ikut mengarahkan anggota Fraksi TNI-Polri untuk memilih Miranda. ''Nggak, nggak ada arahan dari saya untuk (memilih) Miranda.''

Terkait dengan penyebutan dua nama anggota Fraksi TNI-Polri dalam sidang perdana Udju tersebut, KPK akan menyerahkan pengusutan ketiga anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 dari Fraksi TNI-Polri kepada Detasemen Polisi Militer (Denpom). Itu diungkapkan Juru Bicara KPK Johan Budi S.P. di gedung KPK kemarin. (ken/agm)
Sumber: Jawa Pos, 12 Maret 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan