Uang 500.000 Dollar AS Diplot buat Bagir Manan; Ketua Komisi Yudisial: Ketua MA Harus Diproteksi

Meski Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan membantah keterlibatannya dalam kasus suap, kesaksian yang menyebut namanya terus bermunculan. Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (6/10), mendapat keterangan ada uang sebesar 500.000 dollar AS yang rencananya diberikan kepada Bagir.

Keterangan yang diperoleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu disampaikan pengacara Firman Widjaya seusai mendampingi kliennya, Harini Wijoso, mantan hakim tinggi Yogyakarta, yang diperiksa di Gedung KPK kemarin.

Harini adalah pengacara pengusaha Probosutedjo yang ditangkap KPK karena tuduhan penyuapan. Lima pegawai Mahkamah Agung (MA) yang menerima suap juga ditangkap.

Menurut Harini, sebagaimana dikutip Firman, uang suap 500.000 dollar AS yang diterima lima pegawai MA itu berasal dari Probosutedjo. Uang tersebut diberikan atas permintaan Pono Waluyo, staf bagian kendaraan MA, dengan janji akan disampaikan kepada Ketua MA Bagir Manan melalui Rahmi, Asisten Koordinator Tim A, di MA.

Uang itu diberikan untuk memuluskan ”titipan” vonis kasus korupsi dana reboisasi di Kalimantan Selatan.

Probosutedjo selaku Direktur Utama PT Menara Hutan Buana dijatuhi hukuman empat tahun penjara atas tuduhan korupsi dana reboisasi yang menyebabkan kerugian negara Rp 100,931 miliar. Di tingkat banding hukuman Probosutedjo berkurang menjadi dua tahun dan kini dia tengah menanti vonis kasasi dari MA.

Kepada Ibu Harini, Pono mengaku sudah mengontak Rahmi. Uang itu rencananya diserahkan ke Pak Bagir melalui Rahmi kata Firman, yang didampingi rekannya, Unggul Cipta dan Tina Tamher.

Tina menambahkan, inisiatif suap bukan berasal dari Harini, melainkan dari Pono. Dua hari sebelum penangkapan oleh KPK, Pono menemui Probosutedjo meminta uang untuk mengurus perkara tersebut.

Harini baru tahu rencana pemberian uang hari Selasa setelah Pono bertemu Probosutedjo. Menurut Firman, uang 500.000 dollar AS itu diberikan Probosutedjo di kediamannya, di Jalan Diponegoro, Jakarta, kepada Harini melalui stafnya. Setelah menerima uang, Harini meluncur ke Gedung MA menemui Pono. ”Menurut Pono, uang itu untuk diberikan kepada Pak Bagir. Ibu Harini sendiri mendapat lawyer fee Rp 200 juta,” kata Firman.

Memang ada uang lain sebesar 50.000 dollar AS yang disita KPK di rumah Harini. Menurut Firman, uang itu merupakan bagian dari pembayaran jasa Harini sebagai pengacara. Harini menjadi pengacara Probosutedjo baru saja, yakni September 2005. Sebelumnya Probosutedjo memakai jasa pengacara almarhum Singgih (mantan Jaksa Agung) dan Johansyah (mantan hakim agung MA), ujar Firman.

Bagir sendiri sebelumnya sudah membantah keterlibatan dirinya dalam kasus suap tersebut. Alasannya, terlalu jauh jarak antara dirinya selaku Ketua MA dan kelima pegawai MA yang dituduh menerima suap.

Logikanya terlalu jauh kalau mereka bisa memberi uang suap kepada Ketua MA, ujar Bagir kepada wartawan hari Selasa lalu.

Harus diproteksi
Kamis siang tiga unsur pimpinan Komisi Yudisial bertemu dengan pimpinan KPK. Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas dalam jumpa pers meminta agar Ketua MA Bagir Manan melaporkan pegawai MA yang menyebut-nyebut uang yang mereka terima untuk Bagir.

Ketua MA harus diproteksi kalau dia sebagai terfitnah. Oleh karena itu, kami minta Ketua MA melaporkan saja ke polisi delik aduan pencemaran nama baik untuk para pegawai yang mengatakan itu. Biar prosesnya clear, katanya.

Advokat senior Adnan Buyung Nasution kepada Kompas menyatakan tidak yakin Bagir terlibat. Abang tahu track record-nya sebagai dosen dan birokrat baik. Tapi, untuk membuktikan ketidakterlibatannya ia harus merelakan dirinya diperiksa, kata Buyung, yang meminta organisasi advokat bersikap tegas terhadap anggotanya.

KPK-MA bertemu

Kemarin pagi Ketua KPK Taufiequrachman Ruki bersama Direktur Penyelidikan KPK Iswan Elmy menemui Ketua MA Bagir Manan. Seusai pertemuan Taufik menjelaskan, Bagir memiliki komitmen kuat membenahi peradilan.

Ketua MA mempersilakan KPK mengusut kasus transaksi pemberian dan penerimaan uang yang melibatkan lima pegawai MA, dan MA akan mendukung apa saja yang diperlukan KPK untuk mengusut, ujarnya.

Reformasi birokrasi adalah program besar perbaikan sistem di Indonesia. Yang harus dimulai adalah reformasi peradilan. Pembenahan peradilan tidak cukup hanya di MA, tetapi juga di peradilan tingkat bawah.

Komisi Yudisial surati MA

Untuk tahu lebih jauh kasus itu, Komisi Yudisial meminta Ketua MA mengklarifikasi ada tidaknya hakim yang terlibat dalam kasus ini. Permintaan tersebut disampaikan melalui surat Komisi Yudisial kepada Ketua MA kemarin. Kalau ada hakim terlibat, kami juga akan memeriksa, ujar Koordinator Bidang Pengawasan Kehormatan Keluhuran, Martabat, dan Perilaku Hakim Komisi Yudisial, HM Irawady Joenoes.

Irawady menegaskan, tidak ada alasan bagi MA maupun hakim untuk menolak permintaan Komisi Yudisial, yang bekerja menurut undang-undang. Komisi Yudisial tidak akan ragu-ragu memeriksa hakim yang terlibat, termasuk Ketua MA.

Ketua MA adalah jabatan, tetapi dia juga hakim. Kami akan periksa sesuai dengan wewenang Komisi Yudisial, katanya.

Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqqodas bahkan mengatakan, hakim yang terlibat mafia peradilan layak dihukum seberat-beratnya karena melanggar etika profesi dan mencoreng citra peradilan. Itu perlu dilakukan untuk mengikis praktik mafia peradilan yang lazim dan lumrah terjadi. Ini penyakit kronis yang sudah sistemik di Indonesia, ujar Busyro.

Upaya membongkar praktik semacam itu harus dimulai dari bagian paling tinggi dalam sistem peradilan. Layaknya ikan, pembusukan biasanya berawal dari kepala. Maka, untuk membongkar mafia peradilan juga harus dari kepalanya kata Busyro.(VIN/ana/son/bdm)

Sumber: Kompas, 7 Oktober 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan