Tutupi Informasi, Pejabat Dipidana

Jelang Pemberlakuan UU KIP April Nanti

Menjelang pemberlakuan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) 30 April mendatang, para pejabat publik diminta mempersiapkan diri. Pejabat atau pimpinan lembaga publik harus siap membuka diri dan tidak menutup pintu terhadap upaya masyarakat dalam memperoleh informasi. Bila tidak, mereka bisa terancam sanksi pidana dan denda.

''Saya ingatkan sekali lagi bahwa pimpinan badan publik yang menghambat akses informasi kini dapat dikenai sanksi satu tahun penjara dan denda Rp 5 juta,'' terang Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Alamsyah Saragih kemarin (20/2).

Ancaman pidana bagi pimpinan badan pemerintah yang melanggar UU KIP diatur dalam Pasal 52 UU No 14 Tahun 2008. Menurut pasal itu, badan publik yang sengaja tidak menyediakan informasi akan dikenai pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda Rp 5 juta.

Menurut Alamsyah, publik berhak mendapatkan informasi atas dasar permintaan sesuai dengan UU itu. ''Kalau permintaan informasi tersebut diabaikan dan ditolak, kemudian melalui proses mediasi tetap tidak ada keterbukaan, bisa dituntut,'' jelasnya.

Mantan karyawan Bank Dunia (World Bank) itu menegaskan, UU KIP tersebut menjamin hak masyarakat untuk memperoleh informasi bagi publik. Siapa pun yang akses informasinya dihambat tanpa kecuali bisa melaporkannya langsung ke KIP pusat maupun KIP daerah.

Ada dua jenis informasi di badan publik, yakni informasi yang dikecualikan dan informasi terbuka. Informasi yang dikecualikan itu diatur dalam Pasal 17 UU KIP. Antara lain, informasi yang dapat membahayakan keamanan dan ketahanan nasional. Sedangkan informasi terbuka adalah segala hal yang berada di luar ketentuan tersebut. ''Jika publik meminta informasi tentang APBD, itu kan bukan informasi yang dikecualikan seperti dalam pasal 17. Jadi, harus dipenuhi,'' terang Alamsyah.

KIP pusat, lanjutnya, mendukung keterbukaan informasi publik. KIP juga akan melakukan mediasi atas sengketa informasi. Jika permintaan informasi dokumen selama tujuh hari diabaikan, permohonan dilakukan ke pimpinan di atasnya. Jika selama 30 hari diabaikan, pemohon bisa mengajukan tuntutan hukum kepada pihak yang bersangkutan.

Dia menjelaskan, untuk menegakkan keterbukaan informasi ini, KIP akan memperluas jaringan untuk menjadi mentor di masing-masing daerah. Tahun ini pihaknya sudah memiliki link di masing-masing provinsi. ''Yang pasti, disahkannya UU KIP telah menambah kekuatan bagi kebebasan pers sekaligus upaya pemenuhan hak publik atas informasi,'' pungkasnya. (zul/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 22 Februari 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan