Tuntaskan Proses Hukum Pak Harto
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XI Tahun 1998 masih berlaku. Pengadilan terhadap mantan Presiden Soeharto harus tetap dilanjutkan meski peluang pemberian grasi terhadap Pak Harto itu tetap terbuka.
Demikian disampaikan Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Tjahjo Kumolo, Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, dan Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional Djoko Susilo pada kesempatan terpisah, Sabtu (26/11).
Sedangkan pengacara mantan Presiden Soeharto, OC Kaligis, meminta pemerintah secepatnya membuat keputusan politik terkait dengan kasus kliennya. Sehingga bila Soeharto meninggal, dia tidak dalam status tersangka korupsi, katanya seperti dikutip Antara.
Nasib mantan Presiden Soeharto kembali bergulir menyusul pemberian penghargaan untuknya dari Partai Golkar. Partai itu menggulirkan Tap MPR XI/1998 bisa dianggap tak berlaku lagi karena sudah ada sejumlah produk undang-undang yang dinilai telah merujuk perintah Tap MPR XI/1998.
Hidayat menegaskan, Tap MPR XI/1998 seperti halnya Tap MPR 1/2002 dan Tap MPR VIII/2001 tentang Percepatan Pemberantasan KKN masih berlaku. Hingga saat ini DPR belum membuat UU pelaksanaan tap-tap itu. Pasal 4 Tap MPR XI/1998 jelas menyebutkan tentang pemberantasan KKN yang harus dilakukan secara tegas terhadap para mantan dan pejabat, keluarga, dan kroninya. Nama Soeharto pun disebut jelas dalam pasal ini. Langkah ini disertai dengan catatan menganut prinsip praduga tak bersalah, kata Hidayat.
Muhaimin juga menegaskan, Tap MPR XI/1998 masih berlaku. dan posisinya sama dengan tap MPR lainnya.
Yang berhak memutuskan pembatalan, penghapusan, atau koreksi adalah MPR, kata Tjahjo. Djoko pun berpendapat, kalaupun ada produk undang-undang yang berkaitan dengan Tap MPR tersebut, belum berarti Tap MPR XI/1998 menjadi tidak berlaku.
Muhaimin berpendapat, sebaiknya pemerintah serius membawa Soeharto ke pengadilan. Bila usaha itu terganjal masalah kesehatan Soeharto, harus ada kejelasan mengenai perkembangannya. Saya kira ini cuma soal keseriusan aparat penegak hukum saja. Keseriusan mereka tentu saja tergantung dari keseriusan presiden. Tanpa goodwill dari presiden, masalahnya akan terus terkatung-katung. Padahal, Pak Harto sendiri sudah berulang kali meminta kejelasan kasusnya, ucap Muhaimin.
Ia dan Djoko berpendapat, Soeharto harus tetap dibawa ke pengadilan. Bahwa kemudian presiden memberi grasi, itu soal lain. Kalau kita mau begini terus, Indonesia akan makin populer dengan sebutan sebagai negara dengan tingkat korupsi tertinggi di dunia tanpa koruptor, tandas Djoko
Secara terpisah, pengacara mantan Presiden Soeharto, OC Kaligis, juga menegaskan pentingnya pemerintah harus mengambil keputusan politik, sebagaimana dulu Pak Harto terhadap Soekarno. Supaya kalau dia (Soeharto Red) meninggal, kita jangan sampai mempunyai pemimpin bangsa yang meninggal dalam keadaan tersangka, kata Kaligis.
Ia mengatakan, dia melihat kondisi kesehatan Soeharto yang semakin memburuk dalam usia yang bertambah renta.
Dia juga menilai Tap MPR XI/1998 terlalu berlebihan karena landasan hukumnya tidak ada. Landasan hukumnya tidak ada karena terlalu politis. Kenapa mesti ada Tap MPR? Kalau kita pakai asas equality, kenapa mesti ada Tap MPR? katanya.
Menurut Kaligis, Tap MPR No XI tidak perlu setelah adanya UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena UU tersebut memakai asas equality dengan asas setiap orang sama di depan hukum. (win)
Sumber: Kompas, 28 November 2005