Tunjukan Sikap, MA Harus Keluarkan Surat Edaran Pengajuan Praperadilan

Tunjukan Sikap, MA Harus Keluarkan Surat Edaran Pengajuan Praperadilan


 

Permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Mahkamah Agung (MA) untuk mengeluarkan surat edaran dalam mengatur pengajuan pra-peradilan terkait apakah putusan pra-peradilan dapat diajukan Peninjauan Kembali (PK) masih dianggap tidak jelas maksudnya, apakah untuk mendorong percepatan penyelesaian kriminalisasi terhadap KPK atau sebaliknya.

Demikian pula, permintaan Presiden kepada MA apakah dimaksudkan untuk mempertegas pembatasan lingkup kewenangan pra-peradilan atau yang lainnya belum diketahui. Sementara berkaca pada putusan pra-peradilan Budi Gunawan (BG), putusan hakim Sarpin dianggap publik sesat dan telah keluar dari norma hukum yang diakui.

“Putusan pra-peradilan yang dikeluarkan hakim Sarpin telah menimbulkan kekacauan hukum karena hakim telah memperluas kewenangannya. Dia menentukan sah atau tidaknya proses penetapan tersangka kasus pidana, dalam hal ini korupsi,” ujar Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Emerson Yuntho di Kantor ICW.

Sudah semestinya, jika MA hendak mengeluarkan surat edaran, maka pentig untuk menegaskan bahwa hakim harus memeriksa dan memutus perkara pra-peradilan berdasarkan ketentuan dalam KUHAP. Dengan demikian, jika terdapat putusan hakim yang keluar dari ketentuan KUHAP, putusan itu dapat dibatalkan. Hal ini juga berlaku bagi kasus BG.

“Paling tidak, MA bisa mengambil tindakan pemeriksaan dan mengeluarkan surat edaran yangmembatalkan putusan hakim Sarpin atas pra-peradilan BG, karena jelas permohonan itu diluar kewenangan putusan praperadilan,” kata Emerson.

Dirinya pun menegaskan pentingnya MA mengeluarkan aturan pengajuan pra-peradilan. Hal ini bertujuan guna menghindari kekacauan hukum serta membatasi tafsir bebas hakim yang secara langsung dianggap memperluas kewenangan hakim. Setelah itu, MA bisa memabatalkan putusan pra-peradilan BG, bukan malah sebaliknya.

“Kalau diperkuat akan banyak tersangka baik korupsi atau lainnya yang mengajukan pra-peradilan. Karena belum ada aturannya, MA harus mengeluarkan,” tegasnya.

Sementara itu, Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Miko Ginting mengatakan inisiatif yang dikeluarkan Presiden Jokowi tidaklah tepat disaat amburadulnya hukum di Indonesia disebabkan putusan pra-peradilan kasus korupsi yang diajukan BG. Berbeda jika Presiden dan DPR merevisi Kitab UU Hukum Acara Pidana.

“Ini lain soal karena ini kekuasaan yudisial. Dengan Presiden melayangkan surat ke MA, bisa dikatakan bahwa Presiden telah melampaui kewenangannya,” ujarnya saat dihubungi.

Miko pun menjelaskan, seyogyanya MA tetap harus bersikap tanpa diperintah Presiden. MA dapat meluruskan penerapan hukum serta menjawab penetapan tersangka bisa diajukan ke pra-peradilan atau tidak dalam proses kasasi yang diajukan oleh KPK. Oleh karena itu, penting bagi MA dalam menerima kasasi yang diajukan KPK.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan