Tunjangan DPRD; Mendagri Diminta Cabut Surat Edaran
Menteri Dalam Negeri Mardiyanto diminta membatalkan surat edaran penghapusan sanksi pidana bagi anggota dewan perwakilan rakyat daerah yang tak mengembalikan tunjangan jabatannya.
Sekretariat Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yuna Farhan mengatakan anggota DPRD seharusnya mengembalikan tunjangan komunikasi insentif dan biaya penunjang operasional pimpinan. Ketentuan ini dimuat dalam Surat Edaran Nomor 700/08/SJ.
Namun, Menteri Dalam Negeri kembali menerbitkan Surat Edaran Nomor 555/3032/SJ pada 18 Agustus 2009. Surat ini meniadakan ancaman proses hukum pidana bagi DPRD yang tak mengembalikan tunjangan. "Mendagri harus mencabut surat edaran... dan melimpahkan kasus ini ke penegak hukum," kata Yuna dalam pernyataan tertulisnya kemarin.
Yuna mengatakan surat edaran terakhir dinilai sebagai upaya melindungi DPRD dari ancaman pidana. Menteri mengeluarkan surat edaran ke gubernur, bupati, dan wali kota seluruh Indonesia.
Sejumlah anggota DPRD dilaporkan belum mengembalikan kedua jenis tunjangan tersebut. Berdasarkan catatan Fitra, dari hasil audit semester I dan II BPK, 152 anggota DPRD belum mengembalikan kedua jenis tunjangan itu ke kas daerah. Total nilai tunjangan diperkirakan mencapai Rp 210,8 miliar.
Asosiasi DPRD sudah mengajukan judicial review terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007. Peraturan ini mengharuskan pengembalian tunjangan komunikasi insentif dan biaya penunjang operasional pimpinan sebulan sebelum berakhirnya masa bakti.
Yuna menyatakan surat edaran itu akan kembali menjadi jebakan hukum bagi anggota DPRD. Fitra mendesak Mahkamah Agung segera memutuskan judicial review yang diajukan DPRD. EKO ARI WIBOWO
Sumber: Koran Tempo, 31 Agustus 2009