Tunggakan Pajak Migas Libatkan Tiga Lembaga

Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) masih berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan dalam penyelesaian pembayaran pajak kontraktor minyak dan gas asing senilai Rp 1,6 triliun. "Karena ini masalah yang terkait tiga badan itu. Apalagi itu file lama," ujar Kepala BP Migas Priyono, Sabtu pekan lalu.

Pernyataan itu menanggapi laporan Komisi Pemberantasan Korupsi yang menyebutkan setidaknya terdapat 14 perusahaan minyak dan gas bumi yang masih mengemplang pajak, pekan lalu. Saat itu KPK menyebutkan, kekurangan bayar pajak menunjukkan porsi pendapatan yang didapat pemerintah dari kegiatan migas berkurang.

"Tidak lagi sebesar 85 persen. Padahal negara wajib menanggung penggantian biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan migas," kata Wakil Ketua KPKHaryono Umar ketika dihubungi.

Haryono juga memastikan data versi KPK yang benar, yakni masih ada 14 perusahaan yang pembayaran pajaknya belum selesai. Namun ia enggan menyebutkan perusahaan migas yang dimaksudkan. KPK akan segera mengirim surat kepada Menteri Keuangan, menagih kembali kekurangan pajak kepada perusahaan migas asing tersebut.

Tapi, dari penelusurannya, Priyono menyatakan saat ini hanya tersisa tiga perusahaan yang belum menyelesaikan urusan pajak. Sayang, ia tak mau menyebutkan nama perusahaan yang dimaksud. "Kalau kita sebut ternyata dia tidak bersalah, namanya nanti bisa jatuh."

Lebih jauh ia menilai persoalan pajak tersebut cukup rumit, di antaranya karena pajak tertunggak berasal dari kontrak-kontrak lama sebelum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi diterapkan, yaitu sekitar tahun 1991-1997. "Pengelolaannya saat itu masih di bawah Pertamina," kata dia.

Kedua, antara kontrak dan peraturan yang berlaku saat ini terdapat perbenturan esensi soal pembayaran pajak. Misalnya, kerap terjadi tarik-menarik hasil pendapatan migas dari Ditjen Pajak dan Ditjen Anggaran.

Namun Kepala Divisi Humas BP Migas, Gde Pradyana, menilai Rp 1,6 triliun yang disebutkan KPK sebenarnya belum bisa disebut kerugian karena masih diproses. Penyelesaian pajak tertunda karena interpretasi kontrak dan peraturan yang berbeda antara pemerintah dan kontraktor migas. "Bukan belum bayar, tapi tidak mau bayar karena beda interpretasi itu."

Perusahaan migas asing berpendapat terdapat perjanjian bilateral yang menyepakati soal tax treaty. Dalam perjanjian diatur agar tidak terjadi pembayaran pajak dua kali. Perusahaan migas yang telah membayar pajaknya di negara induk tidak perlu lagi membayar pajak di Indonesia.

Dimintai konfirmasi tentang hal ini, Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati menyatakan belum mengetahui 14 perusahaan migas menunggak pajak. "Saya akan cek dulu, ya," katanya, akhir pekan lalu.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Ahmad Fuad Rahmany menyatakan akan mengklarifikasi pernyataan KPK tersebut. Sebab, ia mengaku belum tahu persis apa yang dimaksudkan oleh KPK. "Saya harus cek dulu mengenai hal ini." GUSTIDHA BUDIARTIE | IQBAL MUHTAROM | R. R. ARIYANI

Sumber: Koran Tempo, 18 Juli 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan