Tunda dan Kaji Ulang Program Prakerja

Tunda dan Kaji Ulang Program Prakerja

Program kartu prakerja yang digagas oleh Presiden Jokowi di tengah kampanye pilpres 2019 menimbulkan polemik. Polemik utamanya berkenaan dengan proses pengadaan dan dugaan konflik kepentingan dibalik pemilihan pihak penyedia pelatihan prakerja, di mana salah satu penyedia, yaitu skillacademy.co, berafiliasi dengan staf khusus presiden Adamas Belva Devara. Kritik publik yang kuat kemudian berbuah mundurnya CEO Ruangguru tersebut dari jabatan staf khusus.

Mundurnya Adamas Belva Devara pada dasarnya tak menjawab masalah sehubungan dengan kartu prakerja. Selain soal masalah proses pemilihan penyedia tidak dikoreksi, terdapat masalah krusial lain, yaitu bentuk insentif, efektivitas program, serta efisiensi anggarannya. Terlebih lagi, program prakerja kemudian dimasukkan sebagai program penanganan dampak COVID-19 yang kemudian disusul anggaran yang berlipatganda.

Pertanyaan mendasar dari program prakerja yaitu, apa dasar pemerintah memilih bentuk pelatihan web seminar berbayar dan bagaimana pemerintah akan mengukur keberhasilan program tersebut? Mengapa program ini kemudian dimasukkan sebagai salah satu program terkait COVID-19? Tepatkah kenaikan anggaran tersebut dilakukan, padahal pemerintah merefocusing pemanfaatan anggaran essensial, seperti dana desa dan pendidikan?

Kartu prakerja dijelaskan pemerintah bertujuan memberi layanan pelatihan vokasi bagi pencari kerja. Presiden Jokowi pada saat kampanye bahkan telah menentukan target peserta pelatihan prakerja, yaitu 500 ribu orang pada 2019 dan 2 juta orang pada 2020. Padahal, kartu prakerja belum dianggarkan dalam APBN TA 2019. Program ini baru dianggarkan dalam APBN TA 2020 senilai Rp 10 triliun. Anggaran kemudian berlipat ganda menjadi Rp 20 triliun dengan jumlah target 5,6 juta orang.

Secara ringkas, melalui program tersebut pemerintah akan memberikan insentif, salah satunya berupa pelatihan vokasi. Metode pelatihan dibagi menjadi dua, yaitu digital (online dan offline) dan reguler (offline). Dalam metode digital, peserta dipersilahkan memilih jenis pelatihan melalui platform digital yang disediakan oleh pihak swasta. Sedangkan pelatihan regular berupa pelatihan dan sertifikasi di Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) pemerintah, swasta, dan TC industri.

Pelatihan vokasi tersebut berbentuk web seminar (webinar) senilai total Rp 1.000.000,-/ peserta. Nominal ini akan dibayarkan pemerintah kepada pihak penyedia pelatihan. Jenis pelatihan vokasi sebagaimana dimaksud beragam, mulai dari pelatihan “Belajar Membuat Boba Milk Tea Cake” untuk pemula selama 3 jam non-stop seharga Rp 400.000,- hingga pelatihan “Teknik Lamar Kerja di Masa Corona” seharga total Rp 1.000.000,-.

Dapat dibayangkan, apabila 100 peserta kartu prakerja memilih untuk belajar membuat Boba Milk Tea Cake, maka negara akan membayar Rp 400.000.000,- untuk webinar belajar membuat Boba Milk Tea Cake. Padahal, biaya membuat webinar dengan dua orang narasumber beserta jasa mentoringnya bisa jadi jauh lebih murah dibanding nominal tersebut. Tak hanya itu, banyak materi webinar yang ditawarkan tersebut tersedia secara gratis di youtube, courser.org, edx.org, dan lainnya.

Insentif disebut juga akan diberikan pasca pelatihan atau pasca penuntasan pelatihan, sebesar Rp 600.000,-/ bulan selama 4 bulan dan survey kebekerjaan Rp 150.000,-. Total, setiap peserta akan mendapat insentif Rp 3.550.000,-.

  • Insentif

    Jumlah (Rp)

    Dibayarkan ke

    Pelatihan

    1.000.000,-

    Penyedia pelatihan

    Penuntasan pelatihan (Rp 600.000,- x 4 bulan)

    2.400.000,-

    Peserta

    Survey kebekerjaan

    150.000,-

    Peserta

    Jumlah total

    3.550.000,-

    Rp 5,6 triliun atau 28% anggaran akan dibayarkan kepada pihak penyedia.

Lonjakan anggaran Rp 10 triliun untuk program yang bentuk dan tujuannya tidak berkesinambungan di tengah pandemi COVID-19 ini tentu sangat disayangkan. Sebaliknya, pemerintah seharusnya justru merefocusing anggaran program prakerja dan mencari alternatif lain dengan anggaran lebih efisien. Di tengah pandemi, pemerintah mestinya mengutamakan kebutuhan mendesak lain, seperti memberi bantuan yang cukup dan lebih merata kepada warga yang terkena dampak COVID-19 serta memastikan alat kesehatan tersedia memadai agar tenaga medis dan warga lebih terlindungi.

Pelatihan Rp 1.000.000,- di tengah pandemi ini diyakini hanya akan menguntungkan pihak penyedia pelatihan, seperti Ruangguru (Skill Academy), Mau Belajar Apa, Bukalapak, Tokopedia, Pintaria, Sekolahmu, Pijar Mahir, dan Kemnaker.go.id. Angka tersebut juga tak sebanding dengan bantuan langsung pemerintah terhadap masyarakat miskin atau terdampak COVID-19, misalnya penerima manfaat Program Kartu Harapan (PKH).

Tengah pandemic COVID-19, pemerintah menambah target penerima PKH dari 9,2 juta keluarga menjadi 10 juta keluarga (kenaikan 800.000). Anggaran pun juga dinaikkan 25% dengan komponen:

  1. Rp 250.000,-/ bulan untuk ibu hamil dan anak usia 0-6 tahun;

  2. Rp 75.000,-/ bulan untuk anak SD

  3. Rp 125.000,-/ bulan untuk anak SMP

  4. Rp 166.000,-/ bulan untuk anak SMA

  5. Rp 200.000,- per bulan untuk penyandang disabilitas berat serta lansia.

Perbandingan kasar, biaya belajar membuat Boba Milk Tea Cake untuk pemula seharga Rp 400.000,-/ orang di program pra kerja setara dengan bantuan pemerintah untuk 2 penyandang disabilitas berat penerima PKH.

Dapat dikatakan, bentuk pelatihan dan anggaran kartu prakerja tak disusun secara efisien. Pemerintah pada dasarnya mempunyai alternatif lain untuk merumuskan insentif yang perlu diberikan kepada para pencari-kerja. Pun dalam pelatihan webinar, tak semestinya harga yang perlu dibayar pemerintah dihitung berdasarkan jumlah peserta kartu prakerja yang mengakses pelatihan tersebut.

Masalah lain yaitu menyangkut penerima kartu prakerja. Menteri Perekonomian Airlangga Hartanto menyebut bahwa dengan platform digital, kartu prakerja menganut prinsip open access dan membuka kesempatan yang sama kepada seluruh pendaftar dari seluruh Indonesia. Padahal, dalam Pokok-Pokok APBN 2020, kartu prakerja disebut dikeluarkan dalam rangka mendukung masyarakat miskin yang belum bekerja. Pernyataan yang tidak satu frekuensi tersebut semakin membuat kebijakan ini dipertanyakan.
 

Simpulan dan Rekomendasi

Setidaknya terdapat tujuh masalah mengenai program prakerja:

  1. Proses pemilihan penyedia/ mitra kerja sama

  2. Konflik kepentingan penyedia dengan stafsus presiden (yang kemudian mengundurkan diri sebagai stafsus)

  3. Belum diuji coba, sebagaimana disebut pemerintah pada 2019

  4. Belum jelas grand-design program prakerja untuk menekan pengangguran atau memperkaya skill pencari kerja

  5. Bentuk pelatihan webinar berbayar = pemborosan anggaran dan lebih menguntungkan penyedia

  6. Tak relevan dimasukkan sebagai program penanganan dampak COVID-19 sehingga anggaran naik 100% (dari Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun)

  7. Tidak mendesak dipercepat pelaksanaannya di tengah pandemi COVID-19

Dengan melihat masalah program pra-kerja di atas, kami menyimpulkan bahwa:

  1. Kartu prakerja tak lebih dari program pemborosan anggaran. Pihak penyedia pelatihan adalah salah satu pihak yang sangat diuntungkan dari program ini. Keuntungan yang didapat akan terus berlipat meski dengan biaya produksi yang statis. Dalam konteks ini, pemerintah seolah hanya menjadi “sales” yang mencarikan peserta untuk startup penyedia pelatihan.

  2. Program prakerja tidak selayaknya dipercepat dan dinaikkan anggarannya di tengah pandemi COCID-19.

  3. Program prakerja tidak efisien dan efektif untuk menekan angka pengangguran dan meningkatkan skill pencari kerja.

Oleh karena itu, kami mendorong pemerintah untuk:

  1. Menunda pelaksanaan dan mereview ulang bentuk insentif bagi pencari kerja, pemilihan penyedia pelatihan, serta pengalokasian anggarannya.

  2. Dalam pelaksanaannya, pemerintah sebaiknya melakukan uji coba efektivitas dan efisiensi program.

  3. Mengevaluasi bentuk kerja sama antara pemerintah dengan delapan penyedia pelatihan kartu prakerja dan membatalkan segala bentuk kerja sama yang berbentuk pemborosan anggaran.

  4. Mempublikasikan grand design pemerintah terkait program kartu prakerja.

  5. Merealokasikan penambahan anggaran program kartu prakerja untuk penanganan COVID-19 lainnya, seperti pemberian bantuan warga rentan miskin atau pemenuhan alat kesehatan.

Jakarta, 27 April 2020

Indonesia Corruption Watch

Tautan Diskusi Daring:
https://www.facebook.com/antikorupsi.org/videos/228698955088713/

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan