Tumpukan Kasus Menanti Sutanto
Tugas berat menanti Komjen Sutanto yang dalam beberapa hari mendatang diduga kuat bakal menjabat Kapolri menggantikan Jenderal Da'i Bachtiar. Selain diharapkan mampu menghadapi tantangan Polri ke depan, lulusan Akpol 1973 itu dituntut mampu menyelesaikan tumpukan kasus yang belum selesai hingga kini.
Sutanto yang kini menjabat Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional (Kalakhar BNN) hari ini dijadwalkan mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi III DPR sebagai satu-satunya calon Kapolri yang diajukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
''Jika dianggap patut dan layak, DPR akan menyetujui usulan Presiden untuk mengangkat Komjen Sutanto menjadi Kapolri,'' tegas Ketua Komisi III DPR Teras Narang di Jakarta, kemarin.
Dalam uji kelayakan dan kepatutan, tutur Teras, DPR akan menanyakan komitmen mantan Kapolda Sumatra Utara dan Kapolda Jatim tersebut jika menjadi Kapolri mendatang. ''Sejauh mana komitmen beliau untuk mengayomi, melindungi, dan melayani masyarakat. Bagaimana komitmen di bidang penegakan hukum dan konsolidasi internal untuk perbaikan Polri,'' jelasnya.
Selain komitmen tersebut, tegas Teras, DPR juga akan menanyakan komitmen Sutanto dalam menyelesaikan kasus-kasus yang menumpuk di Polri yang belum tuntas hingga sekarang. ''Banyak kasus yang belum selesai, Kapolri yang baru harus memiliki komitmen untuk menyelesaikan kasus itu,'' tambahnya.
Komentar senada juga muncul dari anggota Komisi III DPR Aziz Syamsuddin. Menurut dia, kasus-kasus yang belum terselesaikan hingga kini akan menjadi pengganjal kemajuan Polri di masa mendatang. ''Kasus-kasus yang tidak terselesaikan itu membuat Polri berada dalam krisis,'' katanya seraya mencontohkan terbentuknya Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Munir dan Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor) karena Polri tidak bisa menunaikan tugas-tugasnya secara optimal.
Tumpukan kasus
Berdasarkan catatan Media, terdapat sejumlah kasus, baik kasus korupsi, nonkorupsi, maupun kasus pelanggaran internal Polri yang tidak kunjung selesai penanganannya.
Kasus korupsi yang tidak kunjung jelas proses penyidikannya, antara lain kasus pakan ternak, kasus rekening 502, pengadaan genset di Aceh, Karaha Bodas Company, dan kasus Bank Swansarindo.
Kasus pakan ternak disidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Polri sejak 2003. Beberapa tersangka kasus yang diduga merugikan negara Rp841 miliar tersebut sudah ditetapkan, di antaranya mantan Kepala Bulog Beddu Amang dan dua pejabat Bulog, M Ismet dan M Amin. Namun, kasus dugaan korupsi karena harga bungkil kedelai untuk pakan ternak yang seharusnya dijual Rp1.200 menjadi Rp3.000 tersebut, hingga kini tidak jelas status penyidikannya.
Kasus penyimpangan rekening 502 juga mulai ditangani Polri sejak dua tahun lalu. Kasus yang diduga merugikan negara Rp21 triliun tersebut sempat memunculkan dua tersangka, yaitu mantan Gubernur BI Syahril Sabirin dan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional I Putu Gede Ary Suta. Namun, sama dengan kasus korupsi yang ditangani Polri lainnya, kasus ini tidak jelas penyelesaiannya.
Demikian juga dengan kasus pengadaan genset di Aceh pada tahun anggaran 2002. Penyidik Direktorat Tipikor Bareskrim Polri yang menangani kasus ini mulai 2004, hingga kini belum menetapkan tersangka. Padahal, indikasi korupsi yang diduga merugikan negara Rp30 miliar tersebut cukup kuat.
Dalam penanganan kasus terorisme, Polri belum berhasil menangkap tersangka otak sejumlah kasus peledakan bom berskala besar di Tanah Air, yaitu Dr Azahari dan Noordin M Top serta beberapa pengikut mereka.
Ketidakjelasan juga menyangkut penyelesaian kasus dugaan korupsi dan suap yang melibatkan anggota Polri. Seperti dugaan suap terhadap Brigjen Samuel Ismoko dalam kasus pembobolan BNI Cabang Kebayoran Baru dan kasus illegal logging yang melibatkan Pjs Kasat Tindak Pidana Tertentu Polda Papua Komisaris Marthen Renau. (Fud/J-4)
Sumber: Media Indonesia, 4 Juli 2005