Tujuh Puluh Anggota DPR Ajukan Interpelasi BLBI
Penyelidikan ditargetkan tuntas akhir bulan ini.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat mengajukan interpelasi penyelesaian kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Draf interpelasi yang sudah ditandatangani 70 anggota Dewan dari semua fraksi, kecuali Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, itu disampaikan kepada Ketua DPR Agung Laksono kemarin. Kami berharap interpelasi bisa menjadi dorongan bagi pemerintah untuk segera menyelesaikan kasus ini, kata Koordinator Interpelasi BLBI Andi Rahmat, dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, setelah menyerahkan draf interpelasi Kepada Ketua DPR di Jakarta kemarin.
Anggota Dewan, kata dia, akan meminta penjelasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai perkembangan penegakan hukum bagi pengutang kakap BLBI, realisasi penerimaan negara berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002, dan pembebasan dari tuntutan hukum (release and discharge). Selain itu, Andi melanjutkan, juga akan meminta penjelasan soal strategi pemerintah menarik dana Rp 129,5 triliun dari sisa utang eks-BLBI yang jatuh tempo pada 2033.
Dia optimistis interpelasi BLBI akan didukung lebih dari 100 anggota Dewan di sidang paripurna. Kami akan memaksakan pada sidang penutupan tahun ini (interpelasi itu) sudah dibacakan, kata Andi.
Agung Laksono menyatakan akan segera meneruskan draf interpelasi tersebut ke rapat pimpinan DPR dan langsung memproses sebagaimana mestinya. Persoalan ini sangat penting dan menjadi perhatian bersama, katanya.
BLBI merupakan bantuan kucuran dana Rp 144,5 triliun yang diberikan Bank Indonesia kepada 48 bank yang terkena penarikan besar-besaran (rush) pascakrisis moneter 1997-1998. Beberapa bank penerima BLBI antara lain PT Bank Central Asia (BCA), PT Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), PT Bank Danamon, PT Bank Umum Nasional (BUN), dan PT Bank Bira. Para pemegang saham bank penerima BLBI harus mengembalikannya dengan sejumlah mekanisme, seperti Master of Settlement and Acquisition Agreement, Master of Refinancing and Note Issuance Agreement, dan akta pengakuan utang. Beberapa pengutang besar, seperti Soedono Salim (pemilik BCA), Syamsul Nursalim (BDNI), Bob Hasan (BUN), dan Usman Atmadjaja (Danamon), sudah mendapat surat keterangan lunas dan mendapat release and discharge. Namun, hingga 2007 ini masih banyak obligor BLBI yang belum mengembalikan utangnya.
Hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan pada 2000 menunjukkan ada penyimpangan penyaluran BLBI dan kelalaian yang menimbulkan kerugian negara Rp 138,4 triliun. Berdasarkan hasil audit BPK tersebut, kini Kejaksaan Agung sedang menyelidiki kembali masalah BLBI. Sejauh ini kejaksaan sudah meminta keterangan dari beberapa pihak, di antaranya mantan Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Kwik Kian Gie, mantan Menteri Keuangan Bambang Subianto, dan mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional I Gede Putu Ary Suta, Glenn Yusuf, serta Syafruddin A. Temenggung.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman mengatakan penyelidikan BLBI yang dilakukan oleh 35 jaksa khusus masih terus berlangsung. Ditargetkan kesimpulan penyelidikan kasus penyelewengan BLBI selesai Oktober ini, katanya di Jakarta kemarin.
Mengenai interpelasi BLBI, Kemas mengatakan itu merupakan hak politik DPR. Kami berfokus pada penyelesaian kasusnya saja, ujarnya.GUNANTO | AGUS SUPRIYANTO | SANDY INDRA PRATAMA
Sumber: Koran Tempo, 28 September 2007