Try Perantarai Keluarga Cendana
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi menjelaskan, inisiatif penyelesaian kasus hukum perdata mantan Presiden Soeharto tidak berasal dari Presiden Yudhoyono, melainkan dari keluarga Cendana.
Wakil presiden pada era Soeharto, Try Sutrisno, menjadi perantara untuk menyampaikan inisiatif keluarga Cendana kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang kemudian melanjutkannya kepada Presiden Yudhoyono.
Presiden, menurut Sudi, merasa perlu menegaskan kembali hal itu karena polemik soal kasus hukum perdata Soeharto tidak berhenti. Pengacara Soeharto juga dinilai telah membelokkan keadaan yang sesungguhnya mengenai upaya Presiden mengirim Jaksa Agung Hendarman Supandji.
Kami setengah terkejut malam itu diminta menyelesaikan kasus Pak Harto. Kami tidak tahu penyelesaiannya seperti apa sehingga Presiden perintahkan Jaksa Agung bertemu dengan keluarga (untuk mengetahui) apa yang dimaksudkan, ujar Sudi dalam jumpa pers di Gedung Depnakertrans, Rabu (16/1).
Menurut Sudi, tak pernah ada inisiatif dari pemerintah untuk mengajak damai terkait kasus hukum perdata Soeharto sehingga kemudian ditolak pengacara Soeharto. Ini perlu saya luruskan, ujarnya.
Sudi menceritakan, ketika Jumat lalu Soeharto kritis, Presiden yang sedang berada di Kuala Lumpur mendapat telepon dari Wapres Kalla, pukul 23.30 WIB. Kalla menyampaikan baru saja mendapat telepon dari Try Sutrisno di mana keluarga menginginkan kasus Soeharto diselesaikan malam itu juga.
Mendapat laporan dari Wapres, Presiden minta Hendarman menemui keluarga Cendana untuk menanyakan penyelesaian hukum yang dimaksud. Sekembali dari Kuala Lumpur, Presiden justru menilai pembicaraan kasus hukum Soeharto pada saat yang bersangkutan kritis tidak etis.
Sebetulnya bukan dari pemerintah, bukan dari Jaksa Agung. Tidak pernah kita membicarakan masalah itu. Justru pada saat itu Presiden memerhatikan bagaimana dokter-dokter menangani kesehatan Pak Harto. Tidak benar dalam kondisi Pak Harto seperti itu, kita mengungkit atau mempermasalahkan seperti yang saya katakan tadi, ujarnya.
Hendarman mengamini
Jaksa Agung Hendarman Supandji, kemarin, mengamini penjelasan Sudi tentang kronologi tawaran penyelesaian perkara perdata di luar persidangan. Pak Sudi menyampaikan apa, saya mengamini, katanya.
Namun, ia tak bersedia merinci isi pertemuan dengan keluarga Soeharto. Ia juga menolak menjelaskan riwayat munculnya perintah dari Presiden Yudhoyono.
Penyelesaian di luar pengadilan disampaikan Jaksa Agung kepada keluarga Soeharto di RSPP, 12 Januari dini hari.
Menurut Hendarman, penyelesaian secara alternatif suatu perkara dapat melalui penyelesaian di luar sidang. Dalam praktik pengadilan, kesepakatan semacam itu sering terjadi. Jadi, penyelesaiannya seimbang, itu yang dimaksud dengan win-win solution. Itu istilah hukum, bukan istilah saya, katanya.
Tim penasihat hukum Soeharto membuat surat yang ditujukan kepada Presiden Yudhoyono perihal permohonan pencabutan kuasa untuk perkara perdata yang diajukan Pemerintah RI terhadap Bapak HM Soeharto dan Yayasan Supersemar selaku para tergugat dan penghentian pemeriksaan perkara baik perdata maupun pidana.
Surat tertanggal 5 Januari 2008 itu ditandatangani OC Kaligis, Denny Kailimang, Juan Felix Tampubolon, Wimboyono Seno Adji, dan Moh Assegaf.
Saat ditemui di Pengadilan Negeri Jaksel, Selasa, OC Kaligis menyatakan, kuasa hukum Soeharto memang menulis surat agar gugatan perdata dicabut. Supaya kalau Pak Harto meninggal, jangan bawa perkara, katanya.
Yayasan Supersemar
Mantan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra, sewaktu menjenguk Soeharto, Rabu, mengatakan, pengelolaan Yayasan Supersemar sebaiknya diserahkan kepada negara. Namun yang diserahkan hanya koordinasi pengelolaannya, sementara soal aset yayasan itu masih harus dibicarakan dengan pengurus yayasan.
Kalau mau diselesaikan di luar pengadilan itu sah saja karena ini gugatan perdata. Saya berpendapat kalau seluruh aset diserahkan ke negara, segala tagihan piutang itu yayasan yang menagih. Namun, yang diserahkan adalah koordinasi pengelolaannya saja, kata Yusril.
Mantan Menteri Penerangan Harmoko, kemarin, datang menjenguk, tetapi tidak bertemu keluarga inti. Ia diterima Ny Sudwikatmono dan Ny Probosutedjo. Kepada wartawan, Harmoko menyangkal ada ganjalan antara dirinya dan Soeharto serta keluarga. Ia mengaku beberapa kali bertemu dengan Soeharto pascatumbangnya Orde Baru.
Juga datang antara lain Sultan Hamengku Buwono X, mantan Menko Polkam Sudomo, mantan Gubernur DKI Ali Sadikin, mantan Komandan Korps Markas Hankam Herman Sarens Sudiro. (INU/ECA/HAR/VIN/DIK/IDR)
Sumber: Kompas, 17 Januari 2008