Transparansi Dana Aceh
DPR menganggap audit bisa dilakukan belakangan karena keadaan darurat.
Semua orang tahu bahwa Aceh perlu dana rehabilitasi secepatnya. Tapi banyak orang juga setuju penggunaan dana itu tidak diselewengkan. Dana tanggap darurat Aceh dianggarkan Rp 1,25 triliun dan baru Rp 200 miliar yang dikucurkan Departemen Keuangan. Di luar itu, beberapa departemen membiayai sendiri kegiatannya di Aceh.
Kemarin, dalam rapat lintas komisi dengan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh, DPR meminta Departemen Keuangan segera membayar kegiatan berbagai departemen tadi. Departemen Keuangan menolak, dengan alasan klaim biaya yang diajukan berbagai departemen harus diaudit terlebih dulu. Sebaliknya, DPR menganggap audit bisa dilakukan belakangan karena keadaan darurat. Keputusan yang diambil kemarin, Departemen harus membayar segera, tanpa menunggu audit. Keputusan yang patut disayangkan.
Tindakan cepat itu perlu, tapi sekali lagi kehati-hatian juga mutlak. Apalagi negeri ini bukan negeri dengan tingkat korupsi terendah di dunia. Selain itu, hingga kini kita belum mendapatkan gambaran yang terang-benderang tentang berapa dana yang sudah mengalir ke Aceh dan berapa pula yang disumbangkan oleh masyarakat negeri sendiri ataupun dunia internasional. Indonesia Corruption Watch bahkan mensinyalir adanya penyimpangan.
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Alwi Shihab, selaku Pelaksana Harian Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana dan Pengungsi, memang pernah mengeluarkan hasil pendataan atas penerimaan bantuan bagi korban bencana alam di Aceh. Namun, laporan tersebut menurut Badan Pemeriksa Keuangan jauh dari standar audit dan menunjukkan pemerintah tidak memiliki sistem pencatatan yang memadai.
Bencana tsunami yang dahsyat di Aceh baru pertama kali terjadi. Tak sebuah negara pun berpengalaman menangani bencana berskala mega itu. Tapi fakta ini tak bisa dijadikan alasan untuk tidak membuat pencatatan dana bantuan yang benar. Bukankah pada minggu pertama setelah bencana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berjanji akan mempertanggungjawabkan setiap rupiah yang dibelanjakan untuk Aceh?
Enam bulan setelah janji diucapkan, menurut koran ini, sudah waktunya proses audit tahap tanggap darurat dilaksanakan. Setelah proses audit tahap tanggap darurat beres, dan akuntabilitasnya jelas, barulah Departemen Keuangan bisa membayar dana yang diklaim berbagai departemen.
Proses audit itu penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat yang telah menyumbang selama tanggap darurat, juga untuk memastikan agar masyarakat dunia bersedia menepati komitmennya menyumbang rekonstruksi dan rehabilitasi Aceh yang membutuhkan dana sekitar Rp 58 triliun. Prinsipnya, kalau pertanggungjawaban penggunaan dana bantuan Aceh belepotan, malu kita kepada dunia.
Tulisan ini merupakan tajuk rencana Koran Tempo, 2 Juli 2005