Transparansi Anggaran Pendidikan dan Peran Komite Sekolah [19/07/04]

Permasalahan korupsi dalam proyek pendidikan sudah menjadi rahasia umum. Misalnya pembangunan gedung sekolah sering disoroti sarat dengan korupsi. Tentu ini berpengaruh kepada kualitas bangunan yang tidak layak atau cepat rusak sebelum nilai ekonomisnya berakhir. Ironis memang, di satu sisi pemerintah berusaha meningkatkan kualitas pendidikan nasional, tetapi korupsi di bidang ini tetap dan terus terjadi.

Upaya memerangi korupsi dan berbagai penyimpangan lain dalam pembangunan gedung sekolah maupun penyelenggaraan pendidikan hanya bisa dilakukan bila ada transparansi dalam pengelolaan dana pendidikan. Di tingkat sekolah, korupsi tidak bisa diperangi dari dalam sekolah, tetapi harus dilakukan dengan memberdayakan orangtua murid dan masyarakat di sekitar sekolah. Langkah ini tentu bisa dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas).

Depdiknas sebagai departemen yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan dana pendidikan nasional bisa memulainya dengan membuka akses kepada publik mengenai dana-dana yang diterima, sekolah mana saja yang menerima dana tersebut, dan untuk apa penggunaan dana tersebut. Selama ini, birokrasi pendidikan-dari pusat, dinas, sampai kepala sekolah-sangat tertutup dan tidak mau membuka dokumen-dokumen berkaitan dengan proyek-proyek yang ada di sekolah.

Alhasil, informasi tentang pengelolaan dana pendidikan hanya ada di tangan kepala dinas dan kepala sekolah. Hal ini tentu riskan terhadap penyelewengan dan tidak adanya kontrol dari publik, terutama stake holder dunia pendidikan.

KONTROL dari dalam sekolah sulit diharapkan karena guru-guru dan siswa tidak mengetahui informasi yang lengkap tentang proyek tersebut. Ketertutupan pengelolaan dana di tingkat sekolah dilakukan oleh para kepala sekolah sehingga guru dan siswa tidak bisa melakukan kontrol terhadap pengelolaan dana tersebut.

Selain itu, tentulah kekuasaan birokrasi di sekolah sangat menentukan kontrol yang dilakukan oleh guru dan siswa. Guru yang menuntut transparansi penggunaan dana di sekolah dengan mudah bisa dipindah oleh kepala sekolah ke sekolah lain.

Kondisi tersebut memerlukan keterlibatan dan kontrol dari masyarakat. Keterlibatan dan kontrol ini menjadi penting untuk menghindari penyelewengan dan memenuhi aspek transparansi dalam pengelolaan dana pendidikan. Selama ini keterlibatan masyarakat selalu diartikan menarik dana dari masyarakat untuk pendidikan, terutama sekolah. Setelah itu masyarakat tidak pernah diberi tahu bagaimana dan untuk apa penggunaan dana tersebut.

Memberdayakan dewan pendidikan dan komite sekolah mungkin menjadi sebuah alternatif dalam melakukan kontrol. Keterlibatan komite sekolah bisa dimulai dari penyusunan Rancangan serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Keterlibatan dari awal proses ini memungkinkan komite sekolah melakukan kontrol.

Akan tetapi, yang perlu diperhatikan juga adalah bagaimana proses perekrutan anggota dewan pendidikan dan komite sekolah. Proses perekrutannya harus transparan dan demokratis. Selama ini disinyalir penentuan anggota komite sekolah lebih ditentukan oleh faktor kedekatan dengan kepala sekolah. Proses yang seperti ini tentulah berpengaruh kepada keberadaan komite sekolah itu sendiri, yang mudah dimanipulasi. Perlu kiranya dipikirkan sebuah mekanisme perekrutan anggota komite sekolah sehingga bisa menghasilkan anggota komite sekolah yang mempunyai track record baik, moral yang tinggi, berintegritas, dan mempunyai kredibilitas yang dapat menunjang kinerja sekolah dan mengontrol pengelolaan dana pendidikan dari korupsi.

Untuk mengoptimalkan proses perekrutan anggota komite sekolah, perlu dibuat acuan dasar perekrutan yang dapat memandu sekolah untuk melakukan seleksi. Acuan dasar itu melingkupi, antara lain, tata tertib, tim, mekanisme, metode, alat ukur, dan tahapan perekrutan. Hal ini penting dilakukan untuk mengurangi subyektivitas dan unsur kepentingan pihak sekolah, misalnya oleh kepala sekolah.

TERKAIT dengan hal tersebut, maka minimal perlu ada empat prinsip yang harus dipenuhi dalam proses perekrutan anggota komite sekolah, yakni transparansi, akuntabilitas, adil, dan partisipatif.

Transparansi adalah proses seleksi dan penentuan kriteria harus bersifat terbuka serta dapat diketahui publik. Akuntabilitas adalah proses seleksi harus menggunakan metode dan teknik seleksi yang dapat dipertanggungjawabkan. Adil adalah setiap kandidat yang ikut seleksi harus melewati proses seleksi yang sama. Partisipatif adalah proses seleksi harus membuka peluang bagi masyarakat untuk memberi masukan, kritik, dan saran yang konstruktif.

Pemberdayaan komite sekolah ini diharapkan akan dapat mendorong reformasi dalam pengelolaan anggaran pendidikan. Tentu saja pemberdayaan komite sekolah ini harus diikuti dengan komunitas dan orangtua murid yang menyadari hak-haknya atas pendidikan. (Mahmuddin Muslim Peneliti pada Masyarakat Transparansi Indonesia)

Tulisan ini diambil dari Kompas, 19 Juli 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan