Transfer ke Imran Rp 1 M

Posisi mantan Kanit II Keuangan, Perbankan, dan Pencucian Uang Direksus Mabes Polri Kombes Irman Santosa mulai terjepit. Salah satu saksi, Ato Tenges, mengaku pernah disuruh Jeffry Baso untuk mentransfer uang Rp 1,076 miliar ke sebuah rekening atas nama Irman.

Uang tersebut merupakan sebagian hasil penjualan aset tanah milik Grup Gramarindo di kawasan Cilincing, Jakut, yang dijual untuk me-recovery BNI menyusul terjadinya kasus pembobolan L/C (letter of credit) fiktif Rp 1,3 triliun.

Saya diminta Pak Jeffry mentransfer uang itu ke sebuah rekening bank untuk recovery. Tetapi, setelah saya cek, ternyata rekening itu atas nama Irman, kata Ato dalam kesaksiannya di PN Jaksel kemarin. Ato adalah makelar penjualan tanah seluas 4 hektare milik Grup Gramarindo yang laku dijual Rp 4,5 miliar.

Menurut dia, transfer dilakukan dua kali. Pertama, transfer senilai Rp 1,076 miliar dan kedua, senilai Rp 50 juta. Transfer kedua dilakukan setelah Pak Jeffry bilang, uang yang ditransfer kurang Rp 50 juta. Saya pun mentransfer lagi ke rekening tersebut (milik Irman) sesuai yang diminta Jeffry, jelasnya.

Selain ke rekening Irman, Ato mengaku pernah mengirim uang via transfer ke sejumlah nama yang terkait penjualan aset Grup Gramarindo tersebut. Di antaranya, ke rekening Jeffry Rp 500 juta dan Rp 350 juta, pemberian uang ke pejabat BPN (Badan Pertanahan Nasional) Rp 50 juta, biaya pengukuran tanah Rp 10 juta, transfer ke rekening Windi Simorangkir Rp 500 juta, transfer ke rekening Lurah Rorotan Jakut Rp 100 juta, dan transfer ke rekening Anastasia Susana P. (sekretaris Adrian Waworuntu) Rp 100 juta.

Sementara itu, saksi lain, penyidik Mabes Polri AKP Aria Devantana, mengaku juga pernah menerima uang dari Irman senilai Rp 25 juta dan USD 200 untuk biaya fotokopi berkas pemeriksaan kasus BNI. Saya menerima uang itu dari Pak Irman semasa menyidik tersangka Edy Santoso (mantan Kacab BNI Kebayoran Baru, jelas Aria di persidangan.

Erwin Belum Diperiksa
Penyidik Mabes Polri belum memeriksa mantan Kabareskrim Komjen Pol (pur) Erwin Mapaseng terkait dugaan menerima success fee (uang komisi, Red) Rp 1,8 miliar ketika menangani kasus pembobolan BNI.

Menurut Wakadiv Humas Polri Brigjen Pol Anton Bachrul Alam, Erwin kini terbaring sakit di Singapura. Nanti kalau sembuh, baru dimintai keterangan, kata Anton.

Soal uang komisi ini pernah disinggung Kapolri Jenderal Pol Sutanto dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI. Menurut Anton, success fee miliaran rupiah itu semua dipegang Erwin.

Adalah M. Arsyad, mantan Kadiv Hukum dan Kepatuhan BNI, yang mengungkapkan adanya success fee untuk Erwin. Arsyad, yang kini juga ditahan dalam kasus BNI, mengungkapkan hal itu saat memberi kesaksian dalam sidang mantan Kanit II Perbankan dan Money Laundering Bareskrim Kombes Pol Irman Santosa di PN Jaksel pada 4 Mei lalu.

Arsyad menyebut Erwin menerima dana Rp 800 juta karena berhasil mengusut tidak tercatatnya deposito BPD Bali di Bank BNI Cabang Halim Jakarta senilai Rp 130 miliar. Arsyad sendiri yang menyerahkan dana Rp 800 juta itu.

Erwin pernah mengakui menerima dana tersebut. Tapi, katanya, dana itu legal. Alasannya, dia telah melaporkan secara institusi kepada Bareskrim, lembaga yang dipimpinnya.

Erwin juga menyatakan dana tersebut habis digunakan sebagai tambahan biaya operasi pemulihan penegakan hukum di Poso. Selain itu, sebagian uang tersebut diberikan kepada Kombespol Bekto Suprapto. Bekto kini berpangkat brigjen dan duduk sebagai Kadensus 88/Antiteror Mabes Polri.

Menurut Erwin, saat itu Bektio akan naik heli dari Bandung ke Jakarta. Dia ditunggu wartawan untuk jumpa pers atas penangkapan Ismail dan Tohir di Cirebon, tersangka kasus bom Marriott.

Namun, dalam laporan Kapolri ke Komisi III, uang yang diduga diterima Erwin bukan hanya Rp 800 juta, tapi Rp 1,8 miliar. Yang jelas, Pak Erwin menerima itu, sambung Anton.(agm/naz)

Sumber: Jawa Pos, 19 Mei 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan