Tolak Studi Banding

Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan memutuskan tidak mengikuti studi banding yang dalam waktu dekat dilakukan komisi itu. Bahkan, Fraksi Partai Amanat Nasional memerintahkan semua anggotanya di DPR untuk sementara waktu tidak mengikuti studi banding ke luar negeri.

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI-P, Budiman Sudjatmiko, Kamis (28/10), menuturkan, Komisi II berencana melakukan studi banding ke China dan India yang dijadwalkan pada

awal November mendatang. Studi banding itu dimaksudkan untuk mempelajari sistem administrasi kependudukan di dua negara tersebut.

”Semua anggota Fraksi PDI-P di Komisi II memutuskan tidak mengikuti studi banding tersebut,” kata Budiman.

Keputusan tidak ikut studi banding itu, menurut Budiman, diambil sebagai bagian dari empati dan solidaritas terhadap korban bencana alam, seperti banjir di Wasior, Papua Barat; tsunami di Mentawai, Sumatera Barat; dan letusan Gunung Merapi, Yogyakarta dan Jawa Tengah.

”Bahan mengenai sistem administrasi kependudukan bisa diambil dari perpustakaan dan internet. Fraksi PDI-P juga sudah berkali-kali mengundang sejumlah pakar dari dalam negeri untuk dimintai pendapat tentang sistem administrasi kependudukan,” papar Budiman.

Sekretaris Fraksi PAN Teguh Juwarno menambahkan, fraksinya secara resmi juga sudah melarang anggotanya di Komisi II mengikuti studi banding ke China dan India. Anggota Fraksi PAN yang menjadi anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan dilarang pula mengikuti studi banding ke Jerman, Inggris, Jepang, dan Korea Selatan pada 30 Oktober-6 November mendatang.

Fraksi PAN, lanjut Teguh, juga akan menegur Yasti Soepredjo Mokoagow, kadernya yang menjadi Ketua Komisi V DPR, karena saat ini memimpin studi banding ke Italia.

”Teguran itu bagian dari disiplin organisasi dan fraksi. Ini karena PAN, dengan diketahui ketua umumnya, sudah mengusulkan adanya moratorium studi banding, setidaknya untuk satu semester,” ujar Teguh. Selama moratorium, harap Teguh, dilakukan kajian yang obyektif dan menyeluruh tentang studi banding.

”Selama moratorium, kami mengusulkan agar biaya studi banding dipakai untuk membantu korban bencana. DPR memiliki kewenangan di bidang anggaran sehingga mereka seharusnya dapat mengalihkan anggaran studi banding untuk korban bencana alam,” ujar Teguh.

Jika DPR berani melakukan moratorium studi banding, menurut Teguh, mereka akan memiliki posisi tawar yang lebih kuat untuk mengevaluasi studi banding yang dilakukan lembaga lain.

”Anggaran kunjungan kerja dalam APBN 2011 sekitar Rp 19 triliun. Dari jumlah tersebut, anggaran untuk DPR sekitar Rp 170 miliar. Dengan perhitungan itu, seharusnya penataan kunjungan kerja tidak hanya dilakukan oleh DPR, tetapi juga lembaga lain di pemerintahan,” ujar Teguh. (NWO)
Sumber: Kompas, 29 Oktober 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan