TNI Bukan Tentara Bayaran

Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto menyatakan bahwa kehadiran pasukan TNI untuk mengamankan obyek vital bukan sebagai mercenary atau tentara bayaran.

Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto menyatakan bahwa kehadiran pasukan TNI untuk mengamankan obyek vital bukan sebagai mercenary atau tentara bayaran. Kita di sana bukan karena kehendak TNI, tapi karena ada permintaan, kata Jenderal Endriartono di Jakarta kemarin.

Jenderal Endriartono meminta kepastian dari pemerintah daerah apakah keberadaan pasukan TNI untuk menjaga obyek vital itu perlu atau tidak. Sehingga peran TNI di sana secara legal ada, katanya.

Menurut Endriartono, saat ini ExxonMobil di Aceh telah meminta kepolisian untuk membantu pengamanan. Kepolisian, kata dia, sedang menilai apakah kehadiran TNI perlu atau tidak. Saat terjadi konflik di Aceh, jumlah pasukan TNI cukup besar. Namun, sekarang sudah berkurang. Begitu juga dengan Freeport di Papua. Jumlahnya kurang dari satu batalion, katanya.

Selama ini, kata dia, pengamanan dua obyek vital itu berdasarkan perintah yang tertuang dalam kontrak karya. Tapi pola itu sudah tidak mungkin dilakukan. Berdasarkan keputusan presiden tentang pengamanan obyek vital pada 2004, dinyatakan bahwa kewajiban pengamanan obyek vital berada pada perusahaan itu sendiri.

Namun, jika perusahaan menganggap ada ancaman di luar batas kemampuan mereka, perusahaan dapat meminta bantuan kepada kepolisian. Jika kepolisian menilai pasukan TNI dibutuhkan, kepolisian mengirimkan surat permohonan kepada TNI. Jika disetujui, pasukan TNI bisa dilibatkan dalam pengamanan.

Tentang dana dari Freeport, Endriartono mengatakan, dana kemitraan antara TNI dan Freeport tidak pernah ada. Pada awalnya Freeport menginginkan pengamanan daerah operasinya kepada pemerintah. Tapi pemerintah tidak memiliki dana menyiapkan akomodasi dan pembangunan pos untuk pasukan TNI.

Akhirnya, kata dia, timbul kesepakatan antara perusahaan dan pemerintah bahwa perusahaan bersedia menyediakan fasilitas tersebut, termasuk bantuan untuk biaya operasionalnya. eko nopiansyah

Sumber: Koran tempo, 24 Januari 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan