Tim Tastipikor; Kejutan di Akhir Perjalanan
Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2005, dibubarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 11 Juni 2007. Menurut Ketua Tim Tastipikor Hendarman Supandji, sisa perkara yang belum ditangani akan diselesaikan secara rutin oleh kepolisian dan kejaksaan.
Sehari setelah dibubarkan, tim yang terdiri dari unsur kepolisian, kejaksaan, serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan itu malah memperoleh kejutan. Terdakwa perkara korupsi perpanjangan hak guna bangunan tanah Hotel Hilton, yakni Ali Mazi dan Pontjo Nugro Susilo, divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (12/6). Majelis hakim yang diketuai Andriani Nurdin menilai perbuatan melawan hukum yang didakwakan kepada mereka tak terbukti. Sebelum kasus itu, perkara yang ditangani Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tim Tastipikor), yakni dugaan korupsi di PT Pupuk Kaltim dengan terdakwa Omay K Wiraatmadja, juga divonis bebas pada 23 Februari 2007.
Kejaksaan Agung (Kejagung) pun bereaksi. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Salman Maryadi yang ditemui di Kejagung, Selasa sore, langsung menyatakan, putusan bebas itu bukan kegagalan Tim Tastipikor. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman menggelar jumpa pers dua hari berturut-turut, Rabu dan Kamis (14/6).
Kejaksaan akan mengajukan kasasi atas putusan bebas Ali Mazi dan Pontjo Sutowo karena yakin seluruh unsur tindak pidana korupsi yang didakwakan sudah terbukti. Jaksa kecewa dan prihatin dengan putusan hakim. HGB tanah Hotel Hilton dalam keadaan tergadai. Dua sertifikat HGB digadaikan ke Bangkok Bank di Hongkong dan Singapura. Saat ini kredit sebesar Rp 2 triliun dalam keadaan macet. Kalau kemudian disita, apa negara tidak rugi? ujar Kemas.
Perihal sikap Kejaksaan yang terkesan gusar atas putusan itu, Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan, ada persepsi yang berbeda antara jaksa dan hakim.
Sementara pengacara Pontjo Sutowo, yakni Amir Syamsuddin, berpendapat, tidak ada masalah apabila HGB di atas hak pengelolaan lahan dijaminkan ke bank. Sudah ada yurisprudensi putusan Mahkamah Agung mengenai hal serupa, terkait lahan Pekan Raya Jakarta. Bagi Amir, jaksa menganggap aneh putusan hakim karena tak paham masalah pertanahan. Kalau jaksa tidak paham, bikin saja workshop, seminar, katanya.
Kegusaran Kejaksaan atas putusan itu justru menimbulkan tanda tanya bagi Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Hasril Hertanto. Sejak awal kan kejaksaan sudah memperlakukan kasus ini dengan istimewa. Misalnya, tersangka tak pernah ditahan. Padahal, saat itu ada kritikan dari berbagai pihak, kata Hasril.
Hasril juga mengingatkan kemungkinan adanya intervensi politis dalam perkara itu. Namun, apabila intervensi politis itu ada, tentunya jaksa sudah mengantisipasi jauh-jauh hari.
Perkara dugaan korupsi tanah perpanjangan HGB Hotel Hilton mulai disidik Tim Tastipikor sejak November 2005, setelah diselidiki sejak Juli 2005. Kasus tersebut merupakan salah satu dugaan korupsi dalam lingkup Gelora Senayan. Dua tersangka lain yang sedang dalam proses sidang adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional, Ronny Kusuma Judistiro dan Robert J Lumempauw. (idr/ANA)
Sumber: kompas, 20 Juni 2007