Tim Pemburu Koruptor Harus Transparan

Tim gabungan pemburu koruptor yang dibentuk Wakil Presiden pada akhir tahun 2004 harus bisa menunjukkan proses aksi dan hasil perburuan mereka secara transparan agar kesan masyarakat bahwa penegak hukum hanya dapat bergerak di tataran konsep dan rencana bisa hilang. Hasil yang dipaparkan secara transparan juga dapat memperlihatkan bukti keseriusan tim melakukan tugas. Hal ini disampaikan secara terpisah oleh Ketua Konsorsium Reformasi Hukum Nasional Firmansyah Arifin dan anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Gayus Lumbuun di Jakarta, Minggu (27/2).

Mereka berpendapat, dalih bahwa untuk memburu terpidana korupsi ada hal-hal yang tidak boleh diungkapkan, karena dikhawatirkan mengganggu proses yang dilakukan, tidak dapat diterima begitu saja. Tentunya ada hal-hal khusus yang diberikan kepada tim ini untuk seberapa jauh koruptor bisa dicek keberadaan dan asetnya. Jadi, tim tetap harus menyampaikan semacam hasil atau laporan yang transparan kalau memang benar sudah bekerja, kata Firmansyah.

Tim pemburu koruptor terdiri atas unsur Kejaksaan Agung, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Kepolisian Negara RI, yang dipimpin oleh Jaksa Agung Muda Intelijen Basrief Arief. Saat ini tim gabungan berkonsentrasi memburu enam terpidana korupsi dan tujuh tersangka korupsi yang kabur dari Indonesia.

Gayus menegaskan, sejak dibentuk, tim gabungan pemburu koruptor ini belum pernah terlihat kerjanya. Seperti halnya pada proses pembentukan tenaga ahli Kejaksaan Agung, masyarakat seakan-akan tidak mengenal anggota tim pemburu koruptor karena memang tidak pernah diperkenalkan.

Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu menambahkan, berdasarkan kabar yang beredar di masyarakat, sejumlah koruptor diketahui kabur ke berbagai negara. Namun, kaburnya koruptor itu juga diikuti dengan penanaman investasi dari koruptor yang bersangkutan di berbagai bidang. Ini sudah diketahui publik dari kabar-kabar yang beredar. Tetapi, kenapa tim gabungan tidak pernah memberikan laporan? kata Gayus.

Ia mengatakan, semestinya tim gabungan pemburu koruptor tidak hanya memburu terpidana koruptor yang kabur, melainkan juga menangkap orang-orang yang turut serta dalam korupsi, dan melacak aset hasil korupsi. Timbul kesan, selama ini konsentrasi perburuan hanya diarahkan pada koruptor yang kabur. Padahal, seharusnya aset yang masih berada di Indonesia juga dapat didata. Penghitungan dan pendataan aset ini sejalan dengan adanya hukuman berupa pembayaran uang pengganti kepada negara.

Soal ketiadaan perjanjian ekstradisi yang selalu dijadikan alasan gagalnya usaha menangkap koruptor, Firmansyah berpendapat, ekstradisi hanya satu bagian persoalan. Justru, intinya adalah kinerja aparat penegak hukum.

Akhir pekan lalu Jaksa Agung Muda Intelijen Basrief Arief, ketua tim gabungan pemburu koruptor, menyampaikan, saat ini tim sudah bergerak di lapangan. Pekan depan, laporan akan dievaluasi. (IDR)

Sumber: Kompas, 28 Februari 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan