Tim Pemburu Koruptor Cek Aset Obligor BLBI

Bantu Tarik Piutang Negara

Perburuan terhadap aset koruptor oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) masih berlanjut. Itu menyusul masih adanya daftar obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tidak kooperatif yang ditangani Departemen Keuangan (Depkeu).

Wakil Jaksa Agung Darmono mengatakan, pihaknya terus berkoordinasi untuk mendapatkan data tentang aset milik para obligor itu. Bahkan, dalam waktu dekat Tim Pemburu Koruptor (TPK) bertolak ke luar negeri untuk mengeceknya. "Kami sudah jadwalkan langkah-langkah untuk pengecekan aset," kata Darmono di Kejagung kemarin (18/1).

Keberangkatan tim tersebut, lanjut dia, awalnya dijadwalkan pada Desember lalu. Namun, pemberangkatan mereka ditunda karena berbarengan de­ngan tim interdep yang beranggota Kejagung, Mabes Polri, Departemen Luar Negeri (Deplu), dan Depkeu. Mereka melaksanakan pengecekan aset Bank Century di 12 negara.

Mantan Kapusdiklat Kejagung itu menjelaskan, TPK juga meminta bantuan interpol. Itu terkait obligor-obligor yang masih di luar negeri. "Untuk menelusuri mereka yang masih buron," terang jaksa kelahiran Klaten, Jawa Tengah, itu.

Proses yang dilalui TPK cenderung berjalan lambat. Menanggapi hal itu, Darmono mengatakan, tim tengah melakukan pemetaan dan menggodok mekanisme pengejaran aset, pelaku, dan jumlah. "Semua langkah kami upayakan," kata mantan jaksa agung muda pembinaan (JAM Bin) itu.

Ada delapan obligor yang masuk kategori tidak kooperatif yang ditangani Depkeu. Kedelapan obligor itu adalah James Januardy dan Adi­saputra Januardy (Bank Namura), Atang Latief (Bank Bira), Lidya Mochtar (Bank Tamara), dan Omar Putihrai (Bank Tamara). Kemudian juga Marimutu Sinivasan (Bank Putera Multikarsa), Agus Anwar (Bank Pelita/Istismarat), dan Ulung Bursa (Bank Lautan Berlian).

Pemerintah melalui Depkeu memang berupaya keras menagih piutang negara. Termasuk menghidupkan lagi upaya gijzeling atau paksa badan. Menurut Depkeu, beberapa dari obligor iu sudah melunasi. Namun, ada juga yang masih berada di luar negeri. Hal itu menyulitkan pelaksanaan paksa badan. Saat ini ada sekitar 166 ribu berkas piutang negara dengan nilai outstanding Rp 51 triliun. Sebagian besar adalah pengutang kelas kakap adalah eks obligor penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) dalam kasus BLBI. (fal/agm)

Sumber: Jawa Pos, 19 januari 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan