Tim Independen Selidiki Penjualan Tanker Pertamina [13/07/04]

Tim independen yang terdiri atas Teten Masduki (ICW), Faisal Basri (ekonom), dan Lin Che Wei (Independent Research and Advisory) akan menyelidiki dugaan ketidakberesan dalam penjualan kapal tanker Pertamina jenis VLCC. Penyelidikan itu akan berlangsung tiga minggu dan hasilnya bakal dipresentasikan kepada publik.

Kita tidak berdiri dalam pihak yang pro atau kontra dalam penyelidikan ini. Pikiran kita juga tidak dipenuhi syak wasangka kata Che Wei dalam jumpa pers di Yayasan Harkat Bangsa Jakarta Pusat. Che Wei, Teten, dan Faisal sebelumnya pernah bekerja sama dalam menyelidiki kasus Bank Lippo setahun silam.

Dalam menyelidiki penjualan tanker itu, mereka akan memfokuskan kepada data-data yang ada. Karena itu, mereka membuka diri kepada masyarakat untuk memberikan data atau masukan terhadap proses tersebut. Semua informasi itu bisa dialamatkan pada linchewei@theindependent-research.com atau fax (021) 5221910. Kami akan memperlakukan semua informasi dengan tingkat kerahasiaan yang tinggi, janji Che Wei.

Dalam kesempatan tersebut, Faisal menjelaskan metode penelitiannya. Yakni, melakukan review dan strategi penelitian. Lalu, pengumpulan informasi, kronologi proses penjualan, analisis, dan pelaporan. Bagaimana jika ditemukan dugaan pelanggaran? Ya, bisa saja kami berikan kepada KPK kalau mereka minta, jawabnya.

Saat ditanya apakah mereka akan melakukan penyelidikan pada seluruh organ Pertamina, Faisal menjawab, pihaknya tidak akan mampu melakukan itu. Kami ini, kalau diandaikan, levelnya adalah sopir yang mengemudikan bajaj. Sedangkan untuk mengevaluasi seluruh organ Pertamina, yang dibutuhkan adalah sopir sekelas Michael Schumacher, jawabnya sambil tersenyum.

Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) Alfred Ardianus Rohimone yang kemarin menghadiri undangan jumpa pers itu mempersilakan proses penyelidikan tersebut. Silakan saja dilakukan. Kami akan transparan. Kami tidak akan menyalahkan direksi lama, tegasnya.

Menurut dia, pada intinya, Pertamina tengah mengalami kesulitan keuangan yang sangat serius. Dengan demikian, mau tak mau, Pertamina harus melakukan penjualan aset-aset yang tidak masuk dalam bisnis inti perusahaan. Saat ini, apa saja kami jual untuk bisa bertahan. Yang penting, struktur kita tidak default, ungkapnya.

Alfred menjelaskan, Pertamina mengalami defisit Rp 67 miliar per hari akibat beban subsidi BBM yang harus dijalankan perusahaan saat ini. Meski telah dijanjikan pembayaran Rp 12,91 triliun agar bisa memperbaiki arus kas sekaligus menjalankan kewajiban PSO (public service obligation)-nya, kenyataannya, perusahaan belum menerima sesen pun dari pemerintah.

Terkait dengan ancaman Karaha Bodas Company (KBC) yang akan menyita aset Pertamina di luar negeri, Alfred mengungkapkan, hal itu juga menjadi pertimbangan Pertamina untuk menjual kedua tanker tersebut. Soal kapal, kita tahu dari awal, dengan adanya kasus KBC, semua aset akan disita. Cuma masalah timing, sepanjang milik Pertamina itu pasti akan disita. Status terakhir, kita sudah kalah telak. Kita hanya bisa ke Supreme Court, jelasnya.

Alfred juga menekankan agar Pertamina saat ini tidak dibandingkan dengan perusahaan migas negara tetangga, Petronas. Menurut dia, jika dibandingkan dengan Petronas yang memang juga punya kapal, keuntungan Pertamina masih terpaut jauh. Tahun lalu, keuntungan Petronas USD 6,2 miliar. Dan dia juga punya kapal itu karena mem-bail out perusahaan milik putra Mahathir Mohamad yang punya kapal tiga, tapi perusahaannya kolaps, paparnya.

Sumber: Jawa Pos, 13 Juli 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan