Tiga Solusi Diusulkan kepada Presiden

Mahkamah Konstitusi Buka Rekaman Dugaan Rekayasa dalam Sidang Terbuka

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Minggu (1/11) malam, memanggil empat tokoh. Dalam pertemuan tersebut diusulkan tiga solusi, yaitu gelar perkara kasus Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah, pembentukan tim pencari fakta, dan proses hukum bagi yang terlibat kasus itu.

Pertemuan tertutup tersebut berlangsung di lantai 6 Wisma Negara, kompleks Istana, Jakarta, mulai pukul 21.15 hingga 23.00. Presiden didampingi Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana, dan Juru Bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal.

Empat tokoh yang diundang adalah Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, Sekretaris Jenderal Transparansi Internasional Indonesia Teten Masduki, dan guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana.

Seusai pertemuan, Djoko Suyanto menuturkan, tujuan pertemuan adalah tukar pikiran untuk mencari solusi agar persoalan Bibit dan Chandra tidak menjadi persoalan sosial dan politik.

Hikmahanto mengungkapkan, usulan solusi yang disampaikan ada tiga hal. Pertama, Kepala Polri agar melaksanakan gelar perkara kasus Bibit dan Chandra yang diikuti ahli independen dan tokoh masyarakat secara tertutup. Kedua, pembentukan tim pencari fakta untuk melihat bukti-bukti dan pasal yang menjerat Bibit dan Chandra. Ketiga, proses hukum bagi yang terlibat kasus itu.

”Kami memberi usulan alternatif itu dengan catatan Presiden tidak mencampuri prosesnya,” kata Hikmahanto.

Teten Masduki menambahkan, dalam gelar perkara tersebut termasuk mendengarkan transkrip pembicaraan yang menyebut-nyebut Presiden.

Terhadap usulan tersebut, kata Djoko, Presiden belum memutuskan, tetapi diendapkan dulu dan dirapatkan Senin pagi ini. Menurut Djoko, semuanya berpendapat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap harus kuat. ”Tidak ada keinginan sekecil apa pun dari Presiden atau lembaga kepresidenan untuk mengecilkan dan mengerdilkan KPK, apalagi membubarkan KPK,” katanya.

Anies Baswedan menambahkan, yang harus dijaga dalam polemik kasus ini adalah kebersamaan menjaga pemberantasan korupsi, bukan memerangi KPK.

Di Surabaya, Jawa Timur, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Hadi Utomo mengatakan, Presiden Yudhoyono tidak akan pernah ikut campur tangan berkaitan dengan masalah substansi hukum. Namun, kalau ada masalah antarlembaga, Presiden ikut membantu menyelesaikannya.

”Bahkan, Presiden mengatakan, KPK harus tetap dipertahankan. Beliau akan maju pertama kali jika ada siapa pun yang menggagalkan KPK. Kita serahkan kepada aparat hukum yang menangani masalah tersebut,” ucap Hadi.

Meskipun demikian, Ketua Forum Rektor Indonesia Edy Suandi Hamid mengingatkan, Presiden harus sensitif dengan dukungan yang terus membesar terhadap Bibit dan Chandra. ”Tak cukup hanya dengan pernyataan normatif. Saatnya Presiden bersikap jelas, apakah mau berpihak kepada pemberantasan korupsi atau sebaliknya,” kata Edy.

Dukungan masyarakat terhadap Bibit dan Chandra terus menguat. Hingga Minggu pukul 22.00, dukungan melalui pengguna jejaring sosial Facebook dengan alamat akun ”Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Chandra Hamzah & Bibit Samad Riyanto” sudah mencapai 265.905 orang.

Untuk membendung dukungan rakyat menjadi kekuatan rakyat, Presiden memiliki sejumlah opsi kebijakan. Salah satunya, menurut Edy, pembentukan tim independen. Usulan tim independen ini juga diajukan Hikmahanto Juwana dan anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Adnan Buyung Nasution.

”Kita bisa mencoba mencari peluang aturan hukum yang memungkinkan pembentukan tim independen,” kata Adnan Buyung.

Adnan Buyung juga mengingatkan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tidak menyerahkan dokumen berupa rekaman dan transkrip—yang disebut-sebut berisi rekayasa kasus Bibit dan Chandra—kepada kepolisian.

Seperti Adnan Buyung, mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie juga secara tegas meminta KPK untuk tidak menyerahkan dokumen apa pun kepada polisi. Penyerahan dokumen baru dapat dilakukan jika ada perintah pengadilan.

Hakim MK, Akil Mochtar, memastikan MK akan memutar rekaman percakapan yang dilakukan Anggodo Widjojo dengan sejumlah teman bicaranya dalam sidang terbuka MK pada Selasa besok. ”Itu sudah putusan Mahkamah, tidak boleh ada pihak yang mencoba menghalanginya,” kata Akil kepada Kompas.

Dalam sebuah sidang terbuka, kata Akil, siapa pun boleh mendengarkan apa saja sebenarnya percakapan telepon yang menghebohkan tersebut. Akil pun menegaskan, dengan kekuasaan yang dimilikinya, MK bisa meminta semua dokumen yang terkait dengan perkara yang sedang disidangkan MK.

 Keprihatinan daerah

Penahanan Bibit dan Chandra terus menimbulkan berbagai tanggapan keprihatinan di daerah. Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar menjelaskan, MK harus membuka semua rekaman pembicaraan.

”Akan terlihat bahwa sebenarnya KPK menyadap dalam kaitannya dengan penyelidikan dugaan terjadinya kasus korupsi. Penyadapan ini menjadi halal,” ujar Zainal.

Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang, yang pernah memimpin Panitia Khusus DPR untuk pembahasan Rancangan Undang-Undang KPK, prihatin atas terjadinya kasus itu.

Menurut Teras, DPR, khususnya Komisi III, sebagai pembuat undang-undang dan pengawas pelaksanaan undang-undang hendaknya segera mengundang dan mempertemukan KPK, kepolisian, dan kejaksaan.

Di Solo, Jawa Tengah, berbagai elemen masyarakat, baik organisasi nonpemerintah, akademisi, maupun advokat, mengecam langkah kepolisian menahan dua unsur pimpinan KPK nonaktif itu. Di Cirebon, Jawa Barat, sejumlah praktisi hukum dan akademisi bertemu di Jalan Tangkuban Perahu untuk memberikan dukungan kepada Bibit dan Chandra.

Di Bandung, puluhan aktivis dan tokoh masyarakat Jawa Barat yang tergabung dalam masyarakat Antikorupsi Jabar, Minggu, menandatangani petisi yang berisi desakan agar Presiden Yudhoyono membuktikan komitmennya untuk menyelamatkan institusi KPK dari rongrongan pihak luar. ”Pada batasan tertentu, Presiden bisa berperan untuk menengahi persoalan yang terjadi antarlembaga negara,” kata Erry Riyana Hardjapamekas, mantan Wakil Ketua KPK yang ikut dalam penandatanganan tersebut.(nit/abk/rek/row/son/ ana/sut/aik/har/bdm)

Sumber: Kompas, 2 November 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan