Tiga Polisi Ditahan Karena Pembalakan Liar
Tiga bintara polisi di Polres Dompu, Nusa Tenggara Barat, ditahan menyangkut pencopotan Komisaris Bardono dari jabatan Wakil Kepala Polres Dompu terkait dengan dugaan menjadi beking pembalakan liar (illegal logging).
Mereka ditahan oleh Bagian Pengawasan Profesi dan Pengamanan (Propam) Polres Dompu, tapi belum ada kepastian statusnya sebagai saksi atau tersangka. Kami masih memeriksa tiga bintara polisi itu. Tunggu hasil pemeriksaannya nanti, kata Ajun Komisaris Besar Mohammad Basri, Kepala Bidang Humas Polda Nusa Tenggara Barat, di Mataram, Jumat (18/3) siang.
Basri menyebutkan, untuk sementara mereka diperiksa soal kode etik kepolisian, yaitu dugaan atas kasus pembalakan liar di Kabupaten Dompu. Pemeriksaan ini, menurut Basri, satu paket dengan Komisaris Bardono, yang kini ditempatkan di bagian personalia Polda Nusa Tenggara Barat, setelah dicopot dari Wakil Kepala Polres Dompu.
Bardono dan ketiga bintara tersebut diperiksa setelah penangkapan kayu ilegal sebanyak 24 meter kubik atau setara dengan empat truk. Kayu itu ditangkap di Kecamatan Pekat, Calabai, Dompu. Namun, proses penyidikannya tersendat-sendat karena diduga ada permainan antara tersangka dan penyidik.
Kasus pembalakan liar di Pulau Sumbawa ada kemungkinan akan terus berkembang. Pasalnya, Satuan Operasional II Direktorat Reserse Kriminal Polda Nusa Tenggara Barat juga berhasil menemukan kerusakan hutan lindung seluas 570 hektare di kawasan Plampang, Kabupaten Sumbawa.
Hutan lindung Plampang itu rusak setelah ada izin pemanfaatan kayu (IPK) di Kabupaten Sumbawa. Pemilik IPK itu berinisial BJ dan NA, masing-masing memiliki areal 200 hektare atau total 400 hektare. Mereka disebut-sebut sebagai calon tersangka kasus pembalakan liar.
Menurut polisi, BJ dan NA bisa dijadikan tersangka karena melakukan penebangan hutan di luar areal yang diizinkan, bahkan di dalam hutan lindung Plampang. Kami tengah menghitung berapa luas kayu yang ditebang di kawasan hutan lindung, ujar Ajun Komisaris Besar Agung Setia, Kepala Satuan Operasi II Direktorat Reserse Kriminal Polda Nusa Tenggara Barat, kemarin.
Dalam kasus tersebut, polisi lebih mengarahkan pada unsur tindak pidana korupsi. Sebab, modus perkaranya, pemilik IPK ternyata menyalahi aturan dengan melakukan penebangan kayu di areal hutan lindung. Dalam kasus ini, polisi menggunakan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Agung mengatakan, polisi telah memeriksa sejumlah saksi, tapi belum menetapkan satu orang pun menjadi tersangka. Masih berstatus calon tersangka saja, dia berdalih.
Ahmad Junaidi, Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Nusa Tenggara Barat, mengaku salut dengan temuan polisi. Namun, dia minta polisi tidak hanya menangkap pekerja di lapangan. Tangkap juga dong, otak pelakunya, ujarnya. sujatmiko
Sumber: Koran Tempo, 19 Maret 2005