Tifatul: Amankan KPK

Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring mengemukakan, Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penyadapan dibuat untuk mengamankan Komisi Pemberantasan Korupsi. RPP itu disusun sebagai landasan melakukan penyadapan oleh penegak hukum supaya tak dipersoalkan oleh siapa pun lagi.

Pernyataan itu dikatakan Tifatul seusai membuka pameran teknologi informasi ICT Expo di Jakarta Convention Center, Jakarta, Senin (14/12). ”RPP dibuat agar KPK menjadi aman. Ada landasan melakukan penyadapan,” katanya.

Peraturan itu dibuat untuk menata penyadapan. Tanpa ada PP, dikhawatirkan akan banyak pihak yang tidak berwenang melakukan penyadapan.

Tifatul membantah bahwa RPP Penyadapan dibuat untuk mengintervensi program pemberantasan korupsi. Pemberantasan korupsi harus terus berjalan.

Rencana pembentukan Pusat Intersepsi Nasional (PIN) yang dimuat dalam RPP dipakai untuk menyatukan alat penyadapan. ”Sekarang alat penyadap itu terserak di mana-mana. Harganya mahal, bisa Rp 12 miliar per unit. Kalau dijadikan satu bisa lebih efektif,” ujar Tifatul lagi.

Selain itu, Tifatul menegaskan, RPP Penyadapan masih bisa diubah. Ia membuka kesempatan kepada masyarakat untuk memberikan masukan terhadap RPP yang kini masih dikaji di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) itu.

RPP Penyadapan itu pun akan segera diuji publik setelah selesai dikaji Dephuk dan HAM. Depkominfo menargetkan RPP Penyadapan disahkan pada April 2010.

Langgar konstitusi
Secara terpisah, hakim konstitusi Akil Mochtar menilai, upaya pemerintah mengatur kewenangan penyadapan dari KPK dalam bentuk RPP tak dapat dibenarkan. Depkominfo tidak dapat mengatur kewenangan KPK, apalagi kewenangan yang diberikan oleh undang-undang.

Mahkamah Konstitusi (MK) juga sudah menyatakan kewenangan penyadapan yang dimiliki KPK itu konstitusional. MK mengingatkan, kewenangan itu perlu pengaturan yang diwujudkan dalam bentuk UU.

Hal itu dikemukakan Akil saat menerima perwakilan Koalisi Menolak RPP Penyadapan, Senin di Jakarta. Koalisi itu terdiri dari Indonesia Corruption Watch, Indonesia Budget Monitoring, dan aktivis lainnya.

Akil menilai alasan pembuatan RPP Penyadapan tidak logis. Ia juga tidak setuju dengan gagasan perlunya izin kepada satu badan khusus di bawah Menkominfo jika ingin menyadap. Akil mempertanyakan pula dasar pemberian kewenangan kepada lembaga baru itu.

Ia menjelaskan, pemberian kewenangan kepada satu badan tidak dapat dibenarkan. Selain berpotensi menghambat pemberantasan korupsi, dasar pemberian wewenang juga dipertanyakan.

Akil menilai, pengaturan kewenangan penyadapan adalah langkah mundur dalam gerakan pemberantasan korupsi. Alasan agar tak terjadi penyalahgunaan kewenangan juga terlalu sumir.

Koalisi RPP Penyadapan meminta MK menegur pemerintah karena dinilai mengabaikan putusan MK. Ini terlihat dari sikap pemerintah yang bersikukuh meneruskan pembahasan RPP Penyadapan. Dari aspek bentuk pengaturan, penyadapan harus diatur dalam UU dan bukan RPP. Dari aspek substansi pengaturan, RPP itu bermasalah.

Akil menyatakan, MK tak dapat menegur pemerintah. Putusan MK berlaku sejak diucapkan dan setara UU. (nta/ana)

Sumber: Kompas, 15 Desember 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan