Tidak Ada Transparansi PSB 2007
Tidak ada transparansi pelaksanaan Penerimaan Siswa Baru (PSB) 2007. Itulah kesimpulan umum dari hasil monitoring sejumlah LSM di beberapa daerah.
Paling tidak 19 lembaga yan terdiri dari; Auditan, Bako Sumbar, Fakta Tangerang, Formasi Sumba Barat, Gebrak Brebes, G2W Garut JMS Bau-Bau, ICW, ISCO Found, KKMSK Loteng, LAPAM, Perak Makassar, Sahdar Medan, Sanksi Borneo, Seknas Fitra, SHMI, SIP, Suara Parangpuan, YLKI memaparkan hasil pemantauannya di kantor ICW Kalibata 19 Juli 2007.
Sebanyak 133 laporan masuk di pos pengaduan. Terlapor beragam mulai dari SD, SMP dan SMA. Masyarakat melaporkan mulai dari soal tidak adanya sosialisasi mengenai mekanisme maupun persyaratan dalam proses PBS baik oleh sekolah maupun dinas pendidikan, lalu waktu pelaksanaan tidak jelas, tidak adanya penjelasan mengenai daya tampung sekolah. Kemudian sekolah yang cenderung menerima sebanyak-banyaknya siswa, lantas kriteria penilaian calon siswa tidak jelas.
Intinya ada fakta bahwa sosialisasi PSB sangat buruknya, persyaratan administratif cenderung mengada-ada (hambatan administratif), biaya yang dibebankan kepada orang tua calon murid baru sangat mahal dan banyak yang tidak memiliki kaitan dengan kepentingan belajar mengajar (hambatan biaya) serta jual beli kursi sekolah.
Ade Irawan dari ICW yang mendampingi wakil dari lembaga pemantau mengatakan bahwa dampak dari semua persoalan yang muncul dari PSB ini adalah biaya sekolah menjadi sangat mahal, lalu kelompok miskin tidak mampu mengakses pelayanan pendidikan yang merupakan hak mereka, serta semakin meluasnya jurang antara pendidikan untuk kelompok miskin dan kaya.
Bila Rencana Strategis Pendidikan 2005-2009 diantaranya adalah memperluas akses pelayanan pendidikan bagi warga, meningkatkan kualitas pendidikan nasional, serta akuntabilitas dan pencitraan depdiknas, maka temuan ini menunjukkan kegagalan dari rencana dan cita-cita bangsa ini untuk memperbaiki layanan pendidikan bagi warganya. Paling tidak untuk jangka pendek, tiga tahun ke depan. Jadi jangan terus berteriak Indonesia harus menghadapi era global dan anggaran pendidikan selalu naik, bila hal-hal kecil seperti ini saja masih gagal dan gagal lagi