'Teruskan Pidana Kasus BLBI'

Pemerintah cenderung mengutamakan pengembalian dana.

Pemerintah diminta tegas dan transparan dalam menyelesaikan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Apakah mengutamakan penegakan hukum atau pengembalian uang negara (recovery asset). Termasuk kemungkinan adanya kasus pemerasan, seperti yang dikemukakan Presiden.

''Pemerintah harus tegas, tindakan pidananya (debitur) mau dihapus atau diteruskan,'' kata Anggota Komisi XI DPR, Dradjad Wibowo, di Jakarta, kemarin (8/2). Menurut Dradjad, tindak pidana biasanya ada dalam kasus BLBI, seperti pelanggaran batas maksimum pemberian kredit (BMPK), pelanggaran hukum karena melarikan diri, maupun penyembunyian informasi di pasar modal.

Ia menilai, pemerintah saat ini cenderung memprioritaskan recovery rate, seperti kebijakan Pemerintahan Megawati Soekarnoputri. Waktu itu, katanya, Megawati mengeluarkan release and discharge dan surat keterangan lunas (SKL), agar para debitur beramai-ramai mengembalikan uang negara. Mantan ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Satrio B Joedono, meminta pemerintah lebih memperhatikan aspek hukum dalam penanganan debitur BLBI. ''Pertanyaannya gampang, lebih penting mana, uang atau hukum. (Kalau menurut saya) Jelas hukum,'' kata Satrio.

Pilihan Satrio itu didasarkan karena sebenarnya mereka telah diberi kesempatan untuk mengembalikan uang negara dalam skema perjanjian master of settlement and acquisition agreement (MSAA). Namun, kenyataannya mereka ingkar janji. Hal senada dikemukakan ekonom Center for Indonesian Reform (CIR), Sunarsip. Ia menjelaskan, bagi bankir yang melakukan pidana dalam kasus BLBI, harus diproses secara hukum. ''Itu kan sudah diatur dalam UU Perbankan,'' katanya.

Sementara itu, Juru Bicara Presiden, Andi Mallarangeng, kemarin, membantah pemberitaan yang mengatakan Menteri Sekretaris Kabinet, Sudi Silalahi, telah mengundang dan menerima tiga debitur BLBI di Kantor Presiden pada Senin (6/2) sore. ''Sekretaris Kabinet, Sudi Silalahi, tidak pernah menemui, apalagi memanggil debitur BLBI ke Kantor Presiden pada Senin, 6 Februari 2006,'' kata Andi dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin (8/2).

Sejak awal, katanya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menginstruksikan agar kepolisian dan penegak hukum lainnya melakukan upaya penyelesaian kewajiban para debitur, baik secara hukum maupun finansial. Karena itu, bagi debitur yang telah memenuhi kewajibannya, diproses sesuai aturan hukum yang berlaku tanpa penyimpangan dan pemerasan. Dengan adanya kepastian hukum itu, diharapkan para debitur yang masih ada di luar negeri kembali ke Tanah Air dan segera memenuhi kewajibannya kepada negara.

Menurut Andi, Presiden juga telah menginstruksikan menteri-menteri dan pejabat terkait segera memproses secara teknis dan prosedural pengembalian harta milik negara debitur BLBI itu. Prosesnya pun harus dilakukan secara transparan dan akuntabel. ''Karena itu, tidak perlu ada pertemuan antara Presiden dan debitur manapun untuk menyelesaikan secara teknis dan hukum kewajiban mereka kepada negara,'' paparnya.
( has/osa/ant )

Sumber: Republika, 9 Februari 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan