Terus Ditolak, Uji Materi Pemisahan BUMN dari Keuangan Negara
Berbagai kalangan terus mengecam dan menolak uji materi yang meminta BUMN dipisahkan dari keuangan negara. Nantinya, pemisahan ini membuat lubang korupsi di BUMN potensial semakin terbuka lebar, BUMN kebal dari audit BPK, dan segala kejahatan melibatkan BUMN tidak dapat dijerat Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Koalisi masyarakat sipil meminta MK menolak permohonan ini. “Kalau dikabulkan, BUMN akan sepenuhnya lepas dari UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tutur Agus Sunaryanto, Wakil Koordinator ICW dalam konferensi pers menolak “JR BUMN” di kantor ICW, Kamis (5/12) lalu.
Nantinya, korupsi di BUMN hanya dianggap sebagai tindakan “penggelapan” dan hanya dijerat Pasal 372 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 4 tahun penjara tanpa ada pidana minimal dan kewajiban mengembalikan kerugian keuangan BUMN.
Sementara itu, pasal 2 atau 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengancam pidana minimal 1 tahun penjara, maksimal pidana penjara seumur hidup, ditambah denda dan pembayaran uang pengganti.
Berdasarkan hasil pemantauan ICW, ada kecenderungan jumlah kasus korupsi yang melibatkan BUMN dan BUMD terus meningkat dalam tiga tahun terakhir.
Total seluruh aset BUMN di Indonesia adalah Rp 3.500 triliun. Sebanyak 1.007 Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di seluruh Indonesia memiliki aset mencapai Rp343,118 triliun pada 2011.
Setidaknya nilai korupsi BUMN dalam rentang 2003-2013 mencapai Rp 9 triliun. Sementara itu, ada 22 kasus indikasi korupsi di 16 BUMN yang berpotensi menimbulkan kerugian negara senilai Rp2,63 triliun dan US$9,97 juta. Data ini pernah dilansir Kementrian BUMN pada Maret 2005.
BUMN juga memiliki potensi korupsi yang cukup tinggi. Negara diperkirakan rugi Rp 4,9 triliun dan 305 juta dolar. Data merupakan hasil analisis FITRA pada 2012, berdasarkan hasil audit BPK di rentang 2005-2011.
Periode I tahun ini, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR pernah mengaudit kinerja 21 BUMN. Hasilnya, masih banyak penyimpangan keuangan negara dan mayoritas BUMN belum punya tata kelola yang baik.
“Apalagi kurang dari setengah tahun, kita akan menyelenggarakan pemilu,” tutur Agus. Jika uji materi ini dikabulkan, “liberalisasi BUMN” ini dikhawatirkan akan disalahgunakan elit untuk mencari modal politik.
“Yang aneh ‘kan mengapa jelang pemilu JR ini dilakukan. Kenapa tidak dari jauh-jauh hari?” ungkap Agus heran.
Kewenangan BPK mengaudit BUMN
Praktisi hukum dan akademisi Abdul Fickar Hadjar menekankan yang berwenang mengaudit kekayaan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan, sesuai Undang-undang BPK No. 15 Tahun 2006. Kekayaan negara termasuk keuangan pemerintah pusat dan daerah, BUMN, BUMD, dan lembaga-lembaga lain yang ada keuangan negaranya. Memang ada monopoli audit terhadap keuangan negara, hanya BPK yang punya kewenangan itu,” jelas Abdul.
Alamsyah Saragih, mantan komisioner Komisi Informasi Pusat membandingkan dengan situasi di negara lain. “Hampir kebanyakan negara Eropa dan Asia Pasifik, BUMN-nya diaudit oleh BPK-nya, dan membuka kemungkinan diaudit swasta.
“Jadi, kalau Indonesia mau menghapus peran BPK, ini agak bertentangan dengan tren zaman, dimana beberapa negara justru menempatkan auditor negara untuk mengaudit BUMN-BUMN mereka secara proporsional.” jelas Alamsyah.
Alamsyah mencontohkan, “Di Inggris, BPK-nya mengaudit manajemen portfolio. Di Belgia, apabila ada indikasi atau diminta komisi pengawas, maka BUMN bisa diaudit. BPK Jerman mengaudit atas permintaan parlemen. Australia, tidak ada BUMN yang lepas dari audit negara,” rincinya.
Menurut Alamsyah, Indonesia dapat belajar dari Cina. “Pada 2003, Cina membentuk komisi khusus untuk mengelola kekayaan negara. Pada 2008, Cina juga membentuk undang-undang pengelolaan kekayaan negara spesifik soal kekayaan BUMN.”
BUMN memang bagian dari keuangan negara
“Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat ditagih dan segala sesuatu yang berupa uang dan barang yang bisa dijadikan milik negara,” ujar Abdul.
“Artinya, BUMN kekayaan yang pengelolaannya dipisahkan sekalipun, karena di dalamnya terdapat unsur keuangan negara, maka tak pelak lagi masuk ke dalam kantong uang negara,” tambah Abdul.
Pemohon uji materi, Forum Biro Hukum BUMN, berargumen bahwa ruang lingkup keuangan negara yang dikehendaki Pasal 23 UUD 1945 adalah sebatas yang terwujud dalam APBN.
Alamsyah menyatakan bahwa pemohon mengartikan keuangan negara secara sempit. “UUD kita tidak menganut seperti itu. APBN adalah salah satu perwujudan keuangan negara. Salah satu wujud lainnya adalah BUMN,” terang Alamsyah.
“Kalau kita membatasi keuangan negara sebatas APBN, maka tafsir ini bertentangan dengan norma akuntansi secara umum,”kata Alamsyah.
Sebelumnya, para pemohon uji materi yang terdiri dari Forum BUMN, Biro Hukum Kementerian BUMN dan Pusat Pengkajian Masalah Strategis Universitas Indonesia, mengajukan uji materi UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 15/2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Singkatnya, para pemohon menyatakan bahwa kekayaan BUMN tidak masuk lingkup Keuangan Negara sebagaimana diatur UU Keuangan Negara. Maka, mereka memohon MK membatalkan pasal pasal (2) huruf (g) dan huruf (i) UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Bila permohonan ini dikabulkan, maka aset BUMN akan dipisahkan dari keuangan negara dan BPK tidak lagi dapat mengaudit BUMN.
Unduh “BUMN Dalam Angka”, hasil kajian ICW per Desember 2013.