Terungkap, Korupsi Tiket Dplomat

Negara rugi sekitar Rp 30 miliar per tahun.

Kementerian Luar Negeri tengah memeriksa dugaan korupsi sejumlah pejabatnya. Ihwal aksi bersih-bersih ini diketahui dari surat Inspektur Jenderal Dienne Hardianti Moehario kepada Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus. Dalam surat tertanggal 19 Januari 2010 itu, Dienne menyatakan Kementerian tengah memeriksa sejumlah pejabatnya dalam kaitan dengan kasus pembayaran tiket penarikan diplomat dari luar negeri.

Hasil pemeriksaan sementara, tulis Dienne dalam suratnya, ditemukan, “Ketidaktertiban pertanggungjawaban pembayaran tiket… dan adanya indikasi markup.”

Tempo berusaha meminta konfirmasi dari Dienne di kantornya, kemarin pagi. Dihadang di tempat parkir, ia tak menoleh ketika Tempo menyapanya untuk meminta waktu. Namun sumber Tempo mengatakan, “Pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal masih jalan.”

Dalam dokumen yang dimiliki Tempo, penggelembungan harga tiket diduga dilakukan dua kali. Diplomat yang ditarik dari negara tempatnya bertugas membeli sendiri tiket pulang ke Tanah Air. Setiba di Jakarta, ia mendatangi biro perjalanan yang ditunjuk Kementerian untuk mengganti uang tiketnya.

Biro perjalanan rekanan itu lantas menagih ke Kementerian. Di sinilah lapis pertama penggelembungan biaya terjadi. Biro perjalanan diduga menaikkan pembayaran hingga 25 persen dari tagihan yang diajukan diplomat. Selanjutnya, Kementerian mengajukan klaim biaya tersebut ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Kementerian Keuangan. Di sini, jumlah klaim kembali dilipatgandakan. Dalam salah satu kasus kepulangan diplomat, penggelembungan dari lapis pertama hingga kedua mencapai 60 persen. Bahkan ada yang di atas 100 persen.

Sumber Tempo yang mengetahui patgulipat ini mengatakan, pada 2009 Kementerian Luar Negeri mendapat jatah anggaran perjalanan dinas mutasi lebih dari Rp 170 miliar. Sepanjang tahun itu ada puluhan diplomat dan keluarganya yang ditarik ke Jakarta. Akibat penggelembungan tiket kepulangan itu, kebocoran duit negara ditaksir Rp 30 miliar per tahun.

Sekretaris Jenderal Kementerian Imron Cotan enggan berkomentar saat dimintai konfirmasi kasus ini. “Saya tidak dalam posisi boleh membicarakan hal ini,” katanya kemarin. Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa sama saja. “Saya tak mau mengomentari hal-hal yang bersifat khusus,” kata Marty saat ditemui di kantornya kemarin. “Tapi saya memiliki komitmen agar Deplu bersih,” ia menambahkan.

Dikonfirmasi terpisah, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Marwan Effendy mengaku tak mengetahui adanya surat yang ditujukan kepada anak buahnya ihwal dugaan markup pembayaran tiket perjalanan dinas di Kementerian Luar Negeri. “Sepertinya saya belum tahu ada surat itu,” kata Marwan. ANTON SEPTIAN | FAISAL ASSEGAF | NUR ROCHMI | YOSEP | DWI WIYANA

PATGULIPAT ONGKOS PESAWAT

Inilah modus dugaan patgulipat tiket penarikan diplomat itu.

   1. Departemen Luar Negeri (kini Kementerian Luar Negeri) mengirim kawat penarikan diplomat ke kedutaan. Untuk kepulangan itu, kementerian menawarkan dua opsi tiket: membeli tiket sendiri lalu di-refund, atau memakai tiket yang disiapkan kementerian melalui satu dari tujuh agen perjalanan yang menjadi rekanan.

   2. Untuk penggantian uang tiket, diplomat diminta menghubungi Biro Kepegawaian. Biro ini akan memberi tahu agen perjalanan yang akan me-refund uangnya.

   3. Agen mengganti biaya tiket diplomat sesuai dengan harga pasar (IATA). Pembayaran bisa dilakukan sebelum/sesudah Kementerian Keuangan membayar ke Kementerian Luar Negeri.

   4. Agen mengajukan tagihan ke Biro Keuangan lebih mahal sekitar 17,5-25 persen.

      Selain PPh 1,5 persen dan biaya pembatalan tiket, markup diduga untuk: agen 10 persen, oknum kementerian 6,5 persen.

   5. Penagihan ke Biro Keuangan dengan menyertakan dokumen SK Penunjukan Agen dari Biro Kepegawaian, SK mutasi diplomat, kuitansi, dan invoice, tapi tanpa menyertakan tiket, boarding pass, fotokopi paspor seperti penyediaan tiket perjalanan dinas di, misalnya, BPK dan Departemen Keuangan.

      Tidak adanya tiket boarding pass membuat Biro Keuangan tak dapat meneliti kebenaran materiil tagihan dari agen perjalanan.

      Dari dokumen yang dimiliki Tempo, ada indikasi bahwa pernah ada kuitansi dari agen yang dikosongkan. Ada pula indikasi invoice ganda: ada yang diisi harga penagihan riil agen ke Biro Keuangan, ada yang dikosongkan.

   6. Biro Keuangan Kementerian Luar Negeri mengajukan pencairan dana ke KPPN dengan jumlah diduga lebih besar 25 persen, bahkan diduga ada yang 80 persen dan di atas 100 persen.

      Modusnya diduga dengan mengisi invoice kosong dari agen perjalanan dengan angka fiktif.

AGEN REKANAN
PT Pan Travel, PT Kintamani Tour; PT Bimatama Tour; PT Shilla Tour; PT Indowanua; PT Batemuri Tour; PT Laser Pratyaksa (SK Menteri Luar Negeri Nomor SK.2156/B/KP/VI/2006/19 tanggal 6 Juni 2006 dan SK no 3648/B/KP/I9/2008 tanggal 2 januari 2008)

Sumber: Koran Tempo, 12 Februari 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan