Tersangka Korupsi Rel Empat Jalur Didesak Berhenti
Desakan pemberhentian sementara terhadap pejabat yang menjadi tersangka dugaan korupsi proyek rel kereta empat jalur (double-double track) terus menguat. Kali ini desakan datang dari kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah.
Anggota Komisi Hukum DPR RI, Eva Kusuma Sundari, mendesak Menteri Perhubungan Hatta Rajasa mengusut dugaan korupsi yang melibatkan pegawai di departemennya. Jangan sampai diendapkan, kata Eva kemarin.
Selama pengusutan, menurut Eva, para pejabat yang diduga terlibat korupsi harus nonaktif. Mereka harus melepas jabatannya sampai ada ketetapan hukum bahwa mereka tak bersalah. Itu untuk menjaga netralitas (pengusutan) dan menghindari penyalahgunaan dana proyek, ujar Eva, yang juga anggota Fraksi PDI Perjuangan.
Mulfahri Harahap, anggota Komisi Hukum dan Fraksi Partai Amanat Nasional, menyatakan hal senada. Pemerintah harus mengganti pejabat yang diduga korupsi. Dengan begitu, proyek bisa terus berjalan, kata Mulfahri.
Dugaan korupsi proyek rel kereta empat jalur (Manggarai-Cikarang) mencuat saat warga menemukan indikasi penggelembungan harga ganti rugi lahan. Warga mendapatkan bukti pembayaran berkop Departemen Perhubungan dengan nilai lebih tinggi dari ganti rugi yang mereka terima.
Warga telah melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Tinggi Jakarta. Akhir tahun lalu, jaksa menetapkan Yoyo Sulaeman (pemimpin proyek) dan Iskandar Rasyid (bendahara proyek) sebagai tersangka. Tapi, sejak saat itu, nasib kasus dugaan korupsi itu tak jelas juntrungannya.
Tak puas atas kinerja jaksa, warga melaporkan kasus itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Mewakili warga pelapor, anggota DPD asal DKI Jakarta, Marwan Batubara, mengatakan dalam pembebasan lahan di Kelurahan Kampung Melayu dan Pisangan Timur saja dugaan korupsinya mencapai Rp 2,2 miliar.
Tanpa sanksi tegas terhadap pejabat yang diduga bersalah, menurut Marwan, korupsi pada proyek rel empat jalur akan makin meluas. Dalam pembebasan lahan saja sudah begitu, bagaimana dalam tahap konstruksi, kata Marwan. Padahal anggaran tahap konstruksi jauh lebih besar, sekitar Rp 3 triliun. Saya minta menteri memperhatikan masalah ini. Ini proyek nasional, jangan sampai tercemar, kata Marwan. zaky almubarok
Sumber: Koran Tempo, 11 Juli 2006