Tersangka Korupsi DPRD Malang Diperiksa Ulang

Kejaksaan Negeri Malang akan memeriksa kembali Sri Rahayu, tersangka kasus dugaan korupsi di DPRD Kota Malang senilai Rp 2,1 miliar. Pemeriksaan ulang dilakukan setelah Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menolak berita acara pemeriksaan Sri Rahayu karena tidak dilengkapi izin Gubernur.

Kepala Seksi Intel Kejaksaan Negeri Malang, Sufari, mengatakan bahwa pemeriksaan ulang tersebut akan dilakukan Kamis (13/1), setelah menerima surat izin Gubernur akhir pekan lalu. Pemeriksaan akan dilakukan secara maraton, kata dia kemarin.

Menurut Sufari, penolakan berita acara pemeriksaan Sri Rahayu terjadi setelah Kejaksaan Negeri Malang melakukan ekspose kasus korupsi DPRD Kota Malang, Senin (10/1). Dalam ekspose tersebut, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur berpendapat pemeriksaan Sri Rahayu harus mendapat izin Gubernur karena dia masih menjadi anggota DPRD Kota Malang.

Sufari mengakui, pemeriksaan Sri Rahayu dilakukan tanpa ada izin Gubernur Jawa Timur karena aparatnya berpegang pada Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2004. Dalam PP tersebut tak tercantum harus ada izin, dia berdalih.

Kejaksaan mulai menyelidiki dugaan korupsi DPRD Kota Malang berdasarkan laporan Aliansi Peduli Hukum dan Keadilan (APHK), Juni tahun lalu. Kasus tersebut terungkap atas laporan Badan Pemeriksa Keuangan yang menyebutkan APBD Kota Malang tahun 2000 untuk anggaran DPRD senilai Rp 935 juta melebihi ketentuan.

Selain itu, terdapat anggaran Rp 519 juta yang tidak sesuai dengan tujuan dan ada anggaran pemimpin DPRD senilai Rp 707 juta yang dibebankan ke pos Sekretariat Dewan. Uang dengan total Rp 2,1 miliar tersebut dibagikan kepada 45 anggota DPRD Kota Malang, masing-masing anggota menerima Rp 45 juta.

Saat ini, kejaksaan telah menetapkan empat tersangka, yakni Sri Rahayu, Oetojo Sardjito, Achmad Sjafi'i, dan Bambang Priyo Utomo. Sri Rahayu diperiksa karena saat itu dia menjabat Ketua Tim Panitia Anggaran dan tiga orang lainnya adalah Wakil Ketua Tim Panitia Anggaran.

Sementara itu, Ketua Pemantau Pelaksanaan Program dan Kebijakan Pemerintah Gugatan Rakyat, Purwadi, menduga ada penyimpangan proyek pembangunan jalan Sarangan-Cemorosewu, Magetan, dan proyek pembangunan jembatan di tiga desa di Mojokerto yang dikelola Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Jawa Timur.

Menurut Purwadi, pembangunan jembatan di Mojokerto dan pembangunan jalan di Magetan menyalahi Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 karena dilakukan tanpa tender. Penyimpangan itu, kata dia, terungkap setelah Dinas PU Bina Marga memutuskan kerja sama secara sepihak dengan PT Anggrek Merah dalam pengerjaan jalan sepanjang 4,5 kilometer antara Sarangan-Cemorosewu. Proyek itu kemudian diserahkan kepada PT Wiradarma, padahal jalan yang belum dikerjakan tinggal 1,5 kilometer.

Akibat penunjukan PT Wiradarma, kata Purwadi, dana proyek semakin membengkak. Ketika jalan tersebut dikerjakan PT Anggrek Merah, harga terendah untuk pembangunan jalan tiap kilometernya sebesar Rp 0,76 miliar. Sedangkan PT Wiradarma meminta harga Rp 1,7 miliar untuk pengerjaan jalan 1,5 kilometer.

Indikasi serupa terjadi pada pembangunan tiga jembatan di Desa Kemasan Tani, Desa Kemiri, dan Desa Briti, Mojokerto, yang juga dikerjakan PT Wiradarma. Menurut Purwadi, dalam perjanjian kontrak dengan Dinas PU dan Bina Marga, proyek jembatan itu selesai 7 Desember 2004. Namun, sampai sekarang proyek senilai Rp 15 miliar itu belum selesai.

Wakil Kepala Dinas PU Bina Marga Jawa Timur, Kunto, membantah tuduhan tersebut. Menurut dia, pemutusan kerja sama dengan PT Anggrek Merah untuk pengerjaan jalan Sarangan-Cemorosewu karena perusahaan tersebut tidak sanggup meneruskan. Karena menyerah, kami menunjuk kontraktor di urutan kedua pemenang tender lelang, yaitu PT Wiradarma, kata Kunto. PT Wiradarma juga telah menyelesaikan pembangunan jembatan di Mojokerto, kata dia. Cuma jalan menuju jembatan masih diperbaiki.

Kejaksaan Tinggi Banten, Selasa (11/1), memeriksa Kepala Bagian Keuangan Pemerintah Cilegon, Gugun Apid Guntara, berkaitan dengan laporan tindak pidana korupsi APBD yang melibatkan Wali Kota Cilegon Aat Syafa'at. Sedangksn Kepolisian Banyumas akan memanggil semua bekas anggota DPRD 1999-2004 dan sebagian pejabat daerah itu berkaitan dengan dugaan korupsi anggaran Dewan. bibin bintariadi/kukuh sw/faidil/ary adji

Sumber: Koran Tempo, 12 Januari 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan