Tersangka Kasus VLCC Ditetapkan Pekan Depan
Direksi harus bertanggung jawab.
Kejaksaan Agung akan menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi penjualan kasus kapal tanker milik Pertamina, very large crude carrier (VLCC), pada pekan depan.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Thomson Siagian mengatakan tim penyidik masih mengumpulkan alat bukti dalam perkara ini. Pekan depan, setelah gelar perkara, penyidik akan menetapkan tersangka, ujar Thomson di Jakarta kemarin.
Mantan Komisaris Utama Pertamina Laksamana Sukardi kemarin kembali diperiksa oleh tim penyidik Kejaksaan Agung. Mantan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara di Kabinet Gotong Royong itu diperiksa sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi dalam penjualan kapal tanker raksasa tersebut.
Saya bantah adanya kerugian negara dalam kasus ini. Sebab, memang tidak ada kerugian negara, ujar Laksamana ketika memasuki Gedung Bundar. Fungsionaris Partai Demokrasi Pembaruan ini menyatakan siap dijadikan tersangka apabila memang prosesnya sesuai dengan asas hukum yang adil. Apabila memang penilaiannya obyektif, saya siap, ujarnya.
Setelah diperiksa lebih dari 8 jam, Laksamana menyatakan ia dicecar dengan 50 pertanyaan oleh penyidik. Pendalaman soal aksi penjualan tanker saat itu, ujarnya. Menurut dia, aksi penjualan tanker yang dilakukan Pertamina diketahui oleh direksi dan merupakan aksi korporasi sehingga direksi harus bertanggung jawab atas penjualan ini.
Laksamana mengatakan tidak ada dana anggaran pendapatan dan belanja negara yang dikeluarkan untuk pembayaran uang muka VLCC. Seluruhnya, kata dia, berasal dari kas perseroan. Aksi penjualan tanker ini sebenarnya menyelamatkan keuangan negara. Sebab, dalam arbitrase Karaha Bodas, Pertamina dinyatakan kalah.
Menurut Thomson, ini merupakan yang pertama kalinya Laksamana Sukardi diperiksa dalam tahap penyidikan. Dia menjelaskan sebelumnya Laksamana sudah pernah diperiksa dua kali dalam tahap penyelidikan. Hingga saat ini sudah 30 saksi yang diperiksa dalam kasus ini.
Dalam kasus ini, kata Thomson, posisi direksi Pertamina bersama komisaris utama adalah tanpa persetujuan Menteri Keuangan pada 11 Juni 2004 telah menjual dua kapal tanker milik Pertamina.
Kedua kapal tanker itu, Hull 1540 dan 1541, yang masih dalam tahap pembangunan di Hyundai Heavy Industries, Korea, dijual ke Frontline dengan harga US$ 148 Juta. Divestasi yang dilakukan ternyata bertentangan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 89 Tahun 1991 Pasal 12 ayat 1 dan 2 tentang divestasi aset Pertamina. Dugaan kerugian negara yang ditimbulkan akibat penjualan kapal VLCC diperkirakan US$ 20-40 juta.
Saat itu pasaran harga kapal itu US$ 204-240 juta. Penjualan tersebut berarti di bawah harga pasar, katanya.
Dugaan korupsi dalam penjualan kapal tanker VLCC ini diperkirakan merugikan negara Rp 241 miliar. Angka kerugian ini didapatkan dari perhitungan Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Kerugian negara yang muncul dihitung dari penjualan tanker yang harganya di bawah harga pasar.SANDY INDRA PRATAMA
Sumber: koran Tempo, 2 Agustus 2007