Tersangka Kasus Bank Jateng Bertambah

Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jateng kembali menetapkan dua tersangka dugaan korupsi di Bank Jateng unit Syariah (BJS) Semarang. Keduanya adalah pejabat di BJS Semarang. Staf Analis Pembiayaan, Muhamad Wahyu Wibowo dan Kepala Seksi Usaha, Ahmadun.

”Saat ini dua tersangka sedang diperiksa,” terang Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jateng, Ali Mukartono Senin (5/12).

Kendati telah ditetapkan sebagai tersangka, Kejati tidak melakukan penahanan. ”Kami belum menahan kedua tersangka. Kami sedang mendalami keterlibatan mereka,” lanjut Ali.

Penyidik memeriksa bagaimana kredit miliaran rupiah itu bisa dikeluarkan oleh Bank Jateng, yang tentunya tak luput dari analisis kredit.  Dari analisis akan diketahui kemampuan membayar pemohon kredit untuk menghindari kredit macet.

Kuasa hukum Bank Jateng, Boyamin Saiman menyatakan, kedua tersangka tersebut telah dipecat, awal November lalu. ‘’Saat ini sudah tidak menjadi pegawai Bank Jateng lagi, karena sudah diberhentikan. Demi kepercayaan nasabah, kami akan membersihkan Bank Jateng dari pihak-pihak yang diduga terkait dugaan korupsi ini,’’ terang Boyamin kemarin.

Oktober 2011 lalu, Kejati telah menetapkan nasabah bernama Yanuelva Etliana alias Eva sebagai tersangka pembobolan BJS Semarang. Sebelumnya Eva juga menjadi tersangka pembobolan serupa di Bank Jateng Cabang Semarang. Eva sudah ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Wanita Bulu Semarang, sejak pertengahan September lalu.

Modus

Modus pembobolan di BJS Semarang adalah penggunaan Surat Perintah Pekerjaan (SPP) dan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) keluaran beberapa instansi pemerintah. Data Kejati menyebutkan, SPP dan SPMK itu bersumber dari beberapa instansi pemerintah, seperti BPBD Jateng, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Jateng (Kimtaru), OTDA Kota Semarang, serta Badan Pelayanan dan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Semarang.

Belakangan diketahui surat-surat itu fiktif. Eva diduga mengajukan 204 kali kredit ke Bank Jateng Cabang Semarang dan BJS Semarang. Eva juga diduga mengajukan kredit menggunakan belasan perusahaan yang dipinjam benderanya.

Tercatat, 117 kali perjanjian kredit di Bank Jateng Unit Syariah terbit atas nama 19 perusahaan lain yang dipinjam itu. Nilainya mencapai Rp 29,5 miliar. Kenyataannya, pengembalian kreditnya tersendat, dengan perkiraan kerugian negara mencapai Rp 37 miliar.

Saat ini, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Jateng masih menghitung jumlah kerugian negara secara pasti. ‘’Kerugian negara masih dalam proses audit. Kami menggunakan metode penghitungan kerugian negara berdasar data yang diajukan penyidik Kejati melalui permohonan. Kami juga melakukan beberapa konfirmasi,’’ terang Kepala Bidang Investigasi BPKP Jateng, Samono. (ana-71)
Sumber: Suara Merdeka, 6 Desember 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan