Terpidana Korupsi Serahkan Diri ke Kejaksaan
Terpidana kasus korupsi anggaran pendapatan dan belanja daerah Bandung, Ragam Santika, kemarin menyerahkan diri ke Kejaksaan Negeri Bandung. Saya menyerahkan diri untuk mempercepat proses hukum, kata dia kemarin
Ragam adalah mantan Sekretaris Wilayah Daerah Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat. Ketika masih menduduki jabatan itu pada 1994-1998, dia terlibat dua kasus korupsi penyalahgunaan APBD. Pertama, kasus pengucuran dana untuk pembangunan rumah sakit pada Yayasan Al-Ihsan. Kedua, kasus relokasi kawasan wisata Situ Cipondoh, Tangerang, Jawa Barat, sebesar Rp 165 miliar.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri pada Februari 2002, hakim menyatakan Ragam terbukti bersalah dan mengganjarnya hukuman satu tahun enam bulan. Jaksa, yang mengajukan tuntutan delapan tahun penjara dan denda Rp 25 juta, tidak puas dengan putusan itu. Jaksa kemudian mengajukan permohonan banding ke pengadilan tinggi.
Di tingkat banding, pengadilan tinggi ternyata memperkuat keputusan sebelumnya. Jaksa lalu mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hakim di pengadilan kasasi mengeluarkan putusan pada 8 Januari 2007 dan menjatuhkan hukuman penjara dua tahun serta denda Rp 30 juta kepada Ragam. Berkaitan dengan keputusan itulah Ragam akhirnya menyerahkan di kejaksaan.
Ragam sampai saat ini tetap kukuh menyatakan dirinya tidak bersalah. Alasannya, semua pengeluaran dari APBD itu sudah diterima oleh Ketua Umum dan Bendahara Yayasan Al-Ihsan. Saat itu posisi ketua yayasan adalah Wakil Gubernur Ukman Sutaryan, sedangkan bendahara dipegang Soleh, yang menjabat Kepala Bagian Agama Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Karena itu, Rektor Universitas Winaya Mukti, Sumedang, ini akan melakukan perlawanan hukum terhadap putusan kasasi Mahkamah Agung.
Kepala Kejaksaan Negeri Chuk Suryo Sumpeno mengatakan Ragam akan menjalani masa tahanan sesuai dengan putusan kasasi Mahkamah Agung di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung. Ragam akan menjalani masa tahanan dua tahun dipotong masa tahanan kota yang pernah dijalani terpidana. Ahmad Fikri
Sumber: Koran Tempo, 7 September 2007