Terkait Kasus Pembalakan Liar; Mantan Bupati Barut Dituntut 7 Tahun Penjara [29/07/04]
- Sidang kasus pembalakan liar (illegal logging) di Kabupaten Barito Utara (Barut), Kalimantan Tengah (Kalteng), yang melibatkan mantan bupati setempat, Ir H Badaruddin berjalan lamban.
Meski sudah berlangsung selama delapan bulan, persidangan di Pengadilan Negeri Muara Teweh, Rabu (28/7), baru masuk agenda tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Tuntutan yang dibacakan H Jano Atmoko SH, selain pidana tujuh tahun penjara, juga meminta majelis hakim menghukum terdakwa membayar denda Rp 50 juta, serta membayar uang pengganti kepada negara Rp 388.734.274. Apabila uang pengganti tidak dibayar, hukuman terdakwa akan ditambah tiga tahun penjara.
Seperti diberitakan sebelumnya, sewaktu menjabat bupati pada periode 2000-2004 (awal), Ir Badaruddin sebagai pembina Tim Pemberantas Pembalakan Liar Barut, atas persetujuan Ketua DPRD setempat, Baselmanuddin, mengeluarkan surat keputusan untuk melelang 2.400 m3 kayu yang ditebang dari hutan setempat secara ilegal. Kayu itu diklaim sebagai hasil temuan Tim Pemberantas Pembalakan Liar dan tak seorang pun pengusaha kayu di kabupaten tersebut, yang mengaku sebagai pemiliknya.
Kayu tersebut terjual dengan harga yang sangat rendah dan diborong oleh orang-orang tertentu, yang sebenarnya adalah pemilik asli kayu ilegal itu.
Karena itu, Badaruddin dan Baselmanuddin, yang hingga sekarang masih jadi Ketua DPRD Kabupaten Barut dan menjadi salah satu terdakwa dalam kasus ini, dinilai telah merugikan negara dan melindungi pelaku pembalakan liar. Modus serupa sudah berulang kali terjadi di berbagai daerah di Kalimantan, yang kaya dengan hutan.
Korupsi
Di hadapan majelis hakim, Eman Saeman SH, Hendri Tobing SH, dan Marsel Tarigan SH, JPU menilai, terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama, sebagaimana dakwaan kesatu, subsider Pasal 2 UU nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo UU nomor 20 tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan barang bukti, berupa sebidang tanah seluas 35.021 m2 di jalan Muara Teweh- Puruk Cahu, satu buku Taplus BNI nilai nominal Rp 2.148.120, dan buku Taplus BNI nilai nominal Rp 16.422.593 dirampas untuk negara. JPU meminta juga terdakwa dibebankan biaya perkara Rp 10.000.
Dalam tuntutan disebutkan, yang memberatkan bagi terdakwa karena perbuatan terdakwa merugikan negara dan bertentangan dengan semangat Pemerintahan RI da-lam memberantas korupsi. Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan dalam persidangan dan telah mengabdi kepada Ne-gara selaku Pegawai Negeri Sipil (PNS) serta Bupati Barut hingga menghabiskan satu periode selama lima tahun.
Selama tuntutan dibacakan, mantan Bupati Barut, Ir Badaruddin yang mengenakan stelan warna abu-abu terlihat tenang. Sambil mencatat di atas secarik kertas, terdakwa secara seksama mendengarkan tuntutan selama dua jam. Di akhir persidangan, dia menyatakan siap mengajukan pembelaan (pledoi) terpisah dari penasihat hukumnya.
Penasihat hukum terdakwa, Rahmadi G Lentam SH mengajukan usulan supaya pledoi dibacakan minggu ini juga, kalau pengadilan negeri Muara Teweh tidak memiliki agenda perkara yang cukup banyak. Ketua Majelis Hakim Eman Saeman SH menyetujui usulan tersebut.
Di luar ruang sidang, mantan Bupati, Ir Badaruddin ketika ditanya wartawan tentang pembelaannya, tidak bersedia berkomentar. Dia hanya menjawab, silahkan tanyakan kepada penasihat hukum.
Sementara penasehat hukum ketika ditanyakan, menjawab dengan diplomatis. Kami hanya merespons tuntutan JPU dengan itikad baik. Itu kan baru tuntutan, JPU menuntut hukuman mati juga enggak apa-apa. Yang jelas pledoi sudah kami siapkan, katanya. (106)
Sumber: Suara Pembaruan, 29 Juli 2004