Terempas Operasi Sapu Jagat
Saat bekerja sebagai hakim di Pengadilan Negeri Sumatera Barat pada 1970-an, hakim Palto Alboin Sianipar selalu berbekal senjata. Ini bukan untuk gagah-gagahan atau unjuk diri. Agar lebih percaya diri saja saat bertugas, katanya. Dengan senjata di tangan, orang yang tak puas dengan keputusan hakim mesti berpikir sekian kali untuk berbuat macam-macam. Berbekal rasa aman inilah Palto bisa menjalankan tugasnya dengan tenang.
Pada 1970-an itu, pemerintah memutuskan membekali hakim dengan senjata. Setiap pengadilan negeri mendapat jatah lima pucuk pistol. Pistol inilah yang digunakan para hakim untuk berjaga-jaga. Namun, penggunaan pistol itu tak berlangsung lama. Dalam Operasi Sapu Jagat pada 1978, pemerintah menarik semua pistol dari semua pengadilan negeri. Sejak itu, praktis semua hakim tak diizinkan menggenggam senjata.
Keputusan itu dirasa berat oleh para hakim. Mereka khawatir keamanan diri dan keluarganya tak lagi terjamin. Penarikan pistol itu sebenarnya muncul karena banyak faktor. Salah satunya, terdakwa dan kuasa hukum merasa kurang nyaman bersidang dengan hakim bersenjata pistol. Tapi keputusan penarikan itu sudah bulat. Padahal risiko seorang hakim besar sekali, kata Palto Alboin Sianipar.
Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat itu mengingatkan kasus hakim agung Syafiuddin Kartasasmita. Hakim yang mengadili Tommy Soeharto ini tewas diberondong senapan di Kemayoran, Jakarta Pusat, saat berangkat menuju kantornya. Makanya, tidak ada salahnya hakim dibekali senjata, katanya.
Keinginan berbekal senjata juga pernah diungkapkan para hakim di Pengadilan Negeri Tangerang. Pasalnya, pengadilan Tangerang dikenal sebagai kuburan bagi kasus narkotik kelas kakap. Vonis hukuman mati sudah beberapa kali muncul. Namun, keinginan yang tercetus pada 2001 itu urung terlaksana. Pemicunya adalah kritik dari berbagai kalangan yang tak sepakat jika hakim menggenggam senjata.
Untuk menjernihkan urusan senjata ini, Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan mengusulkan agar hakim yang merasa keamanannya kurang terjamin meminta perlindungan polisi saja. Bagir juga mengirim nama dan alamat rumah hakim yang perlu pengamanan. Pengamanan diri hakim tidak mesti bawa senjata sendiri, katanya.
Memang tak semua hakim butuh senjata. Hakim Agung Artidjo Alkostar salah satunya. Mungkin senjata malah bikin repot Artidjo. Maklum, dia selalu naik bajaj atawa ojek ke kantor. Jika dia menenteng pistol, bisa-bisa tukang bajaj dan ojek malah takut mengantarnya ke tempat kerja. arif/berbagai sumber
Sumber: Koran Tempo, 24 Maret 2005