Terdakwa Korupsi di Bank BNI Dihukum Seumur Hidup [18/08/04]

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman seumur hidup bagi Edy Santosa (51), mantan Kepala Bidang Pelayanan Nasabah Luar Negeri PT Bank BNI (Persero) Tbk Cabang Kebayoran Baru, dan hukuman 16 tahun penjara kepada Koesadiyuwono (50), mantan Kepala Cabang Bank BNI Kebayoran Baru. Keduanya dinyatakan secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan tindak pidana turut serta melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut.

Putusan majelis hakim ini dibacakan secara bergantian oleh majelis hakim yang dipimpin Sudharto pada persidangan Senin (16/8). Akibat tindakan kedua terdakwa telah membawa kerugian bagi keuangan negara sebesar Rp 1,035 triliun melalui pencairan dana Bank BNI Cabang Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dengan dokumen 37 surat kredit (letter of credit/LC) yang mengandung discrepancy.

Kedua terdakwa juga dikenai denda, Koesadiyuwono dikenai denda sebesar Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan dan Edy Santosa dikenai denda sebesar Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan.

Majelis hakim juga memutuskan bahwa barang-barang bukti dikembalikan ke kejaksaan untuk dijadikan barang bukti bagi perkara dengan terdakwa lain Ir Ola Abdullah Agam yang menandatangani akta pengakuan utang selaku pribadi dan atas kuasa Direktur PT Gramarindo Group. Kecuali barang bukti berupa uang senilai 230.000 dollar AS dan 8.000 dollar AS tidak dikembalikan ke kejaksaan, melainkan dikembalikan ke Edy Santosa.

Hal-hal yang meringankan, menurut majelis hakim khusus untuk terdakwa I Koesadiyuwono ada beberapa hal yang meringankan di antaranya sangat sopan, mengaku terus terang sehingga memudahkan pemeriksaan, dan secara pribadi tidak menikmati hasil kejahatan atas pendiskontoan 37 L/C pada PT Bank BNI, serta punya tanggungan istri dan anak- anak. Sedangkan bagi terdakwa II Edy Santosa, majelis menyatakan tidak ada hal yang meringankan.

Hal-hal yang memberatkan, majelis hakim menuturkan bahwa akibat perbuatan kedua terdakwa berimbas pada pemberhentian pegawai lainnya di lingkungan BNI 46 Cabang Kebayoran Baru. Di saat dunia perbankan baru memperbarui citranya akibat krisis moneter dengan cara memberikan kredit secara hati-hati, kedua terdakwa justru secara gampang dan tanpa mengindahkan prosedur transaksi ekspor dengan mendiskonto L/C yang dokumennya mengandung discrepancy dan tanpa melalui akseptasi bank- bank penerbit.

Terdakwa I Koesadiyuwono selaku kepala cabang BNI Kebayoran Baru seharusnya mempunyai kewenangan untuk melarang terdakwa II selaku manajer pelayanan nasabah luar negeri, tetapi terdakwa I justru tidak melakukan tindakan apapun atas pendiskontoan 37 L/C tersebut, jelas Sudharto, ketua majelis hakim.

Pikir-pikir
Edy Santosa, terdakwa II seusai sidang mengatakan sangat kecewa atas putusan majelis hakim itu. Apakah ini sudah adil, keputusan seumur hidup buat saya. Karena dari para nasabah ada beberapa orang yang tidak tersentuh secara hukum. Ini ada apa? kata Edy.

Jaksa Penuntut Umum Mukri S seusai persidangan menyatakan akan pikir-pikir untuk mengajukan banding.

Menurut Iwan Ridwan, penasihat hukum terdakwa Koesadiyuwono, majelis hakim kurang memperhatikan fakta hukum hilangnya kesempatan menagih kembali nilai kredit yang diberikan kepada nasabah Gramarindo. Pada surat dakwaan disebutkan, nilai kerugian negara Rp 1,035 triliun dari pencairan 37 surat kredit (L/C) dengan dokumen ekspor fiktif. (vin/naw)

Sumber: Kompas, 18 Agustus 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan