Terdakwa Korupsi Bank Mandiri [27/07/2004]

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pimpinan Soeripto menjatuhkan hukuman 11 tahun penjara terhadap terdakwa korupsi Rp 120 miliar di Bank Mandiri Cabang Prapatan (Jakarta Pusat), Yosef Tjahjadjaja, Senin (26/7).

Selain itu, terdakwa yang sebelumnya dituntut 17 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) SHI Chrisnowati diharuskan membayar denda Rp 200 juta atau menjalani kurungan selama empat (4) bulan. Tidak hanya itu, terdakwa juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 6,4 miliar. Apabila uang pengganti atau uang Bank Mandiri/negara yang dikorupsi terdakwa tersebut tidak dikembalikan, maka Yosef Tjahjadjaja harus menjalani kurungan selama satu (1) tahun.

Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi untuk memperkaya diri sendiri, dan orang lain yang pada akhirnya merugikan keuangan negara, ucap Ketua Majelis Hakim Suripto.

Hal-hal yang memberatkan terdakwa, urai majelis hakim, perbuatan tersebut dilakukannya pada saat pemerintah tengah berjuang keras membenahi sektor perbankan. Terdakwa juga tidak memikirkan dampak negatif dari tindakannya, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat atas perbankan nasional, kata Suripto.

Mendengar vonis majelis hakim tersebut, Jaksa pengganti Chairul Anwar menyatakan pikir-pikir dahulu apakah akan mengajukan banding atau menerima putusan dimaksud. Berbeda halnya dengan penasihat hukum terdakwa, Amir Aziz, mengatakan akan mengajukan banding atas putusan majelis hakim tersebut.

Masih banyak fakta-fakta persidangan yang belum dipertimbangkan hakim. Akibatnya, tentu saja putusan majelis hakim tersebut menjadi tidak dapat kami terima, kata Amir Azis.

Dalam amar putusan majelis hakim disebutkan bahwa terdakwa Yosef Tjahjadjaja telah bersalah karena mengucurkan kredit bersama Kepala Cabang Bank Mandiri Prapatan, Charto Sunardi (telah dijatuhi hukuman) tanpa melalui prosedur yang sah. Terdakwa menjaminkan deposito berjangka milik PT Jamsostek senilai Rp 200 miliar sebagai agunan dari kredit yang diajukan pihak PT Dwinogo Manunggaling Roso milik Alexander J Parengkuan tanpa persetujuan pemilik deposito tersebut.

Atas pengucuran kredit yang tidak sesuai prosedur itu, terdakwa Yosef telah mendapat imbalan Rp 6,4 miliar dan perusahaannya PT Rifan Financindo Sekuritas mendapat bagian 7,5 persen dari jumlah dana yang dikucurkan itu, ucap Suripto.

Majelis hakim lebih lanjut mengungkapkan bahwa tindak pidana korupsi tersebut terjadi ketika terdakwa Yosef Tjahjadjaja bertindak sebagai perantara (arranger) yang bertugas mencari dana untuk ditempatkan di Bank Mandiri Cabang Prapatan. Dana itu nantinya akan dikucurkan kepada PT Dwinogo Manunggaling Roso untuk pembangunan rumah sakit. Akhirnya terdakwa sendiri berhasil menempatkan dana PT Jamsostek ke Bank Mandiri Cabang Prapatan senilai Rp 200 miliar sebagai deposito.

Namun, deposito Jamsostek itu dijadikan agunan oleh terdakwa Yosef dengan bantuan Charto Sunardi, Kepala Bank Mandiri Cabang Prapatan tanpa persetujuan pemiliknya. Terbukti, pihak Jamsostek sendiri membantah telah memberikan persetujuan untuk menjaminkan deposito tersebut. Surat persetujuan yang ditandatangani direktur Jamsostek itu ternyata palsu.

Selanjutnya, atau setelah kredit dikucurkan, kata majelis hakim lebih lanjut, dananya bukan dimanfaatkan untuk pembangunan rumah sakit di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali, Surabaya, dan Cibogo, Bogor, sebagaimana disebutkan dalam proposal permohonan kredit.

Tetapi uang tersebut dibagi-bagi oleh terdakwa Yosef Tjahjadjaja, baik terhadap rekan-rekannya di dua perusahaan masing-masing Alexander J Parengkuan, Ahmad Riyadi, Ir Aryo Santigi Budiharto, Ir Harianto Brahali, Kako Sandoza, Andre Nugraha Ahmad, dan Yakub A Arupalakka (juga telah dijatuhi hukuman dalam perkara sama oleh Majelis Hakim Pn Jakarta Pusat) maupun kepada terdakwa H Charto Sunardi. (W-3)

Sumber ; Suara Karya, 27 Juli 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan