Terancam 20 tahun penjara [16/06/04]

Nasib calon anggota dewan tingkat I Jatim yang lolos pada Pemilu legislatif April lalu, Drs Muhammad Kasdi MM, kini berada di ujung tanduk.

Kondisi ini terjadi setelah pada persidangan pertama kasus penggelapan dana Kredit Usaha Tani (KUT), Senin (14/6), Kasdi terancam dijatuhi hukuman pidana selama 20 tahun penjara.

Peluang untuk dikenai penjara 20 tahun itu, lantaran pada pembacaan dakwaan atas penggelapan dana KUT sebesar Rp 501 juta di PN Lamongan kemarin, Kasdi dijerat pasal berlapis pada KUHP mengenai korupsi.

Hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Sucipto SH, usai membacakan dakwaan terhadap kasus penggelapan dana KUT masa tanam 1999/2000 yang dilakukan Kasdi.

Kalau mengacu pada pasal-pasal dalam KUHP mengenai tindak pidana korupsi dan tuduhan memperkaya diri sendiri, maka terdakwa bisa dijatuhi hukuman maksimal 20 tahun, kata Sucipto.

Adapun pasal-pasal yang menjerat perbuatan Kasdi itu masing-masing UU nomor 31/1999 mengenai tindak pidana korupsi, disusul UU nomor 3/1971 junto pasal 43 (a) ayat 1, UU Nomor 20/2001 junto pasal 64 ayat 1 dalam KUHP serta pasal subsidier 28 junto pasal 34 (c), junto pasal 55 ayat 1 KUHP. Semuanya mengenai ancaman terhadap tindak pidana korupsi dan memperkaya diri sendiri yang merugikan uang negara.

Dalam sidang perdana yang dipimpin Hakim Ketua, Dra Hj Mariamah, baru membacakan pasal-pasal dakwaan kepada Kasdi. Namun dengan adanya pasal-pasal berlapis yang menjeratnya tadi, ancaman penjara 20 tahun bagi Kasdi bukan tidak mungkin terjadi bila nantinya terbukti.

Dalam dakwaannya, JPU menguraikan, penggelapan dana KUT yang dilakukan Kasdi dalam kapasitasnya sebagai mantan Ketua Lembaga Pembangunan dan Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LP2NU), yang menjadi penyalur kredit dari Bank Jatim kepada petani pada masa tanam 1999/2000 lalu. Sedangkan jumlah kredit yang dicairkan dari Bank Jatim oleh Kasdi seluruhnya mencapai Rp 3.820.370.350 atau Rp 3,8 miliar.

Sedangkan penerimaan dana KUT pada musim tanam 1999/2000 kepada LP2NU itu dilakukan Kasdi lewat pencairan masing-masing 11 Januari 1999 sebesar Rp 175.330.000 di Kecamatan Deket, tanggal 1 Februari 1999 (Rp 297.900.000) di Kecamatan Brondong, tanggal 25 Februari 1999 (628.670.250) di Kecamatan Mantub.

Kemudian disusul pencairan 2 Februari 2000 sebesar Rp 303.612.000 di Kecamatan Ngimbang, tanggal 6 Februari 2000 sebesar Rp 340.906.750 di Kecamatan Laren, tanggal 18 Februari 2000 sebesar Rp 83.991.250 di Kecamatan Kedungpring dan terakhir tanggal 23 Maret 2000 sebesar Rp 1.988.250.000 atau Rp 1,9 miliar di Kecamatan Tikung.

Akibat lalai mengembalikan sisa Rp 501 juta itulah, Kasdi akhirnya disidik pihak Kejaksaan Negeri Lamongan bahkan sempat meminta status tahanan kota dengan alasan untuk berkonsentrasi pada kampanye pemilihan legislatif yang diikutinya.

Dari sekitar Rp 3,8 miliar dana KUT yang disalurkan LP2NU oleh Kasdi tersebut, sebagian besar memang sudah dikembalikan, berikut bunganya kepada bank Jatim. Namun sekitar Rp 501 juta ternyata sudah jatuh tempo sehingga kasus ini kemudian ditangani Kejaksaan Negeri Lamongan. Kasdi didakwa menggunakan uang Rp 501 juta tadi untuk memperkaya diri sendiri, sehingga merugikan negara, tegas Sucipto.

Sementara tim pembela hukum Kasdi, masing-masing Lukmanul Hakim, Faridatul Badriah dan S Bagus SH justru merasa optimistis kliennya bisa bebas. Mengingat tuduhan JPU itu masih cenderung kepada kasus perdata ketimbang pidana.

Sebenarnya masih belum terlalu jauh bersinggungan dengan delik pidana. Sidang pertama yang membacakan dakwaan kepada Kasdi ini baru awal, namun kami akan bertarung pada sidang mendatang, tegas Bagus. Dijadwalkan, sidang kedua baru digelar lagi di PN Lamongan, Senin (21/6). (dey)

Sumber: Surya, 16 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan