Televisi Dukung Penayangan Wajah Koruptor
Direktur Utama TVRI Yazirwan Uyun menyatakan siap membantu rencana Kejaksaan Agung dengan menayangkan wajah koruptor buron secara gratis. Kejaksaan, kata dia, tak perlu membuat kontrak kerja sama formal dengan TVRI. Cukup dengan surat permintaan, kami akan langsung menayangkannya, ujarnya saat dihubungi Tempo kemarin.
SCTV, melalui juru bicaranya, Budi Darmawan, juga menyatakan siap membantu secara gratis. Caranya, penayangan wajah koruptor dimasukkan sebagai bagian dari program pemberitaan. Namun, sejauh ini, kedua stasiun itu belum dihubungi kejaksaan.
Pada Jumat lalu, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh menegaskan tak cuma wajah para tersangka dan terpidana korupsi buron yang ditayangkan di televisi, tapi lengkap dengan riwayat hidupnya. Rumahnya di mana, kampungnya di mana, apa pekerjaannya, dan terakhir ketemu di mana, kata Abdul Rahman. Untuk mewujudkan rencana itu, dia akan bekerja sama dengan stasiun televisi yang bersedia tak dibayar. Saya cari yang tidak bayar. Kalau televisi (swasta), kan, hitungannya bisnis, ujarnya.
Penayangan koruptor buron ini, menurut dia, merupakan kebijakan, bukan aturan kejaksaan. Aturan umumnya kan buron itu harus dicari. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus sedang mengumpulkan data koruptor yang jadi buron. FANNY FEBIANA
Sumber: Koran Tempo, 7 Agustus 2006
Sementara itu . . .
Dukungan Jalan Terus, Tinggal Tunggu Kejagung
Penayangan Wajah Koruptor di Televisi
JAKARTA - Lambat atau cepatnya rencana penayangan wajah koruptor di televisi, agaknya, bergantung pada Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai pihak yang menggulirkan ide tersebut. Apalagi, dukungan untuk ide itu terus disuarakan sejumlah tokoh elite di negeri ini.
Menurut Ketua MPR Hidayat Nurwahid, jika penayangan koruptor benar-benar direalisasikan di televisi, itu akan mempercepat agenda reformasi. Pemberantasan korupsi adalah agenda reformasi yang semakin hari harus semakin dipercepat penuntasannya, katanya, di sela mengikuti aksi demonstrasi mengutuk Israel di Jakarta kemarin.
Menurut mantan presiden PKS (Partai Keadilan Sejahtera) itu, wajah koruptor yang ditayangkan di televisi bukan esensi pokok. Namun, yang penting adalah semangat Kejagung yang terus-menerus menyuarakan war against corruption (perang terhadap korupsi). Jika itu niat yang positif, kita layak mendukung. Tapi, jangan hanya wacana, ujarnya.
Pria kelahiran Klaten itu mengatakan, ada kecenderungan masyarakat Indonesia mulai antipati terhadap kegiatan yang bertujuan memberantas korupsi tersebut. Dalam suasana bencana seperti hari-hari ini, perlawanan terhadap korupsi seharusnya tidak kendur, ujarnya mengingatkan.
Hidayat yang kemarin mengenakan peci hitam dan baju lengan panjang putih mengakui, Kejagung tidak bisa berperan sendiri dalam memberantas korupsi. Tidak saja instansi Pak Arman, (Abdul Rahman Saleh, jaksa agung, Red) atau Pak Ruki (Taufiequrrachman Ruki, ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Red), tapi ini tugas bersama dengan posisinya masing-masing, katanya.
Di tempat yang sama, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyambut baik gagasan tersebut. Sebagai bagian dari amar makruf nahi mungkar, saya kira kita perlu mendukung, ujarnya.
Namun, Din mengingatkan bahwa acara itu sekadar sarana. Tujuan utamanya adalah bagaimana korupsi sebagai kejahatan dan kezaliman itu hilang dari Indonesia, jelasnya.
Karena itu, masyarakat jangan hanya menonton tayangan koruptor di televisi. Setelah dilihat, masyarakat harus bisa mengambil ibrah (pelajaran) dari kejadian itu, katanya.
Muhammadiyah sendiri, kata Din, sudah mempunyai program-program untuk mendukung percepatan pemberantasan korupsi. Di antaranya memberikan pelatihan antikorupsi di lingkungan internal Muhammadiyah. Ormas juga bisa menjadi garda depan pemberantasan korupsi, ujarnya.
Untuk program penayangan wajah koruptor itu, setidaknya sudah ada dua televisi yang bersedia membantu Kejagung. Artin S. Utomo, direktur TPI, menyatakan kesiapannya untuk menayangkan program tersebut. Kesanggupan yang sama disampaikan Presdir PT Cakrawala Andalas Televisi (ANTV) Anindya Bakrie.
Sayang, baik Artin maupun Anindya mengaku belum menerima ketentuan pemerintah atau pun perlengkapan teknis lain mengenai rencana penayangan tersebut.
Pihak Kejagung sejauh ini masih menggodok konsep surat edaran untuk mendukung rencananya itu.
Para koruptor yang ditayangkan nanti diutamakan berstatus DPO (daftar pencarian orang) alias buron, baik yang berstatus tersangka, terdakwa, maupun terpidana.
Beberapa nama koruptor yang berstatus buron, antara lain, Sudjiono Timan (terpidana 15 tahun dalam kasus korupsi dana BPUI USD 126 juta, bersembunyi di Singapura), Maria Pauline Lumowa (tersangka kasus L/C fiktif pembobolan Bank BNI Rp 1,3 triliun, Belanda), Nader Taher (terpidana kasus kredit macet Bank Mandiri, tidak jelas keberadaannya), Bambang Soetrisno (kasus BLBI Bank Surya, bersembunyi di Singapura), Eko Adi Putranto (kasus BLBI Bank Harapan Sentosa, Australia), Sherny Kojongian (kasus BLBI Bank Harapan Sentosa, Australia), dan Robert McCuthcen (tersangka kasus korupsi Karaha Bodas Company/KBC, Amerika). Selain mereka, Irawan Salim (tersangka kasus Bank Global, Amerika), Agus Anwar (tersangka BLBI Bank Pelita, Singapura), Marimutu Sinivasan (tersangka kasus Bank Mua