Tayangan Koruptor Dikritik; Pemerintah Hanya Cari Popularitas

Memasuki minggu keempat setelah wajah koruptor buron ditayangkan untuk pertama kalinya di televisi pada 17 Oktober 2006, kritik terhadap program Kejaksaan Agung itu masih terus mengalir.

Kritik umumnya mempertanyakan efektivitas program terhadap upaya menangkap kembali para koruptor yang kabur sehingga tak bisa dieksekusi.

Koordinator Indonesia Corruption Watch Teten Masduki menyatakan, penayangan ini tidak akan efektif selama tidak ada perbaikan dalam sistem penegakan hukum. Masyarakat tidak akan melihat penayangan wajah koruptor sebagai sanksi sosial. Ini hanya untuk menjaga popularitas pemerintah, kata Teten di Jakarta, Selasa (14/11).

Langkah itu, kata Teten, hanya upaya simbolis untuk menunjukkan kejaksaan serius menangani perkara korupsi. Padahal, jelas terlihat kejaksaan tidak serius menangani perkara korupsi, yang antara lain tercermin dari tidak ditahannya tersangka korupsi.

Banyak kasus yang terpidananya buron karena kelalaian jaksa yang tidak mengantisipasi kemungkinan lari, yakni tidak ditahan atau dicekal saat masih tersangka. Kalau kejaksaan sekarang memberi sanksi bagi koruptor yang kabur, harus fair dong. Jaksa yang saat itu tidak menahan tersangka juga harus diperiksa, ujar Teten.

Sekarang ini, penahanan tersangka lebih banyak dikaitkan dengan konteks mempermudah penyidikan atau antisipasi tersangka kabur. Misalnya, Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan