Tak Puas Jawaban Interpelasi BLBI, DPR Panggil SBY 1 April
Perjalanan interpelasi terhadap penanganan kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) agaknya masih panjang. Pada 12 Februari, pemerintah sudah menyampaikan jawaban atas interpelasi itu. Kemarin (25/3) jawaban tersebut diparipurnakan di DPR. Mayoritas pengusul interpelasi (interpelator) dan anggota dewan menyatakan tidak puas.
Perjalanan interpelasi terhadap penanganan kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) agaknya masih panjang. Pada 12 Februari, pemerintah sudah menyampaikan jawaban atas interpelasi itu. Kemarin (25/3) jawaban tersebut diparipurnakan di DPR. Mayoritas pengusul interpelasi (interpelator) dan anggota dewan menyatakan tidak puas.
Karena itu, DPR kembali meminta presiden untuk hadir dan merespons tanggapan wakil rakyat dalam rapat paripurna pada 1 April 2008. Pada sidang yang dimulai pukul 13.00 tersebut, wakil pemerintah yang hadir, antara lain, Menteri Sekretaris Negara Hatta Radjasa, Menko Perekonomian Boediono, Menteri Keuangan Sri Mulyanie, Jaksa Agung Hendarman Supandji, dan Kapolri Jenderal Pol Sutanto. Agenda sidang itu adalah mendengarkan tanggapan interpelator dan anggota DPR lain atas jawaban presiden yang disampaikan 12 Februari lalu.
Dalam jawabannya kepada DPR, pemerintah menyatakan tetap konsisten dengan kesepakatan out of court settlement (penyelesaian di luar persidangan) dalam menyelesaikan kasus BLBI. Berarti pemerintahan SBY mengamini kebijakan yang dibuat pemerintahan Megawati Soekarnoputri.
Dalam sidang paripurna kemarin (25/3), beberapa interpelator menanyakan tindak lanjut proses hukum yang tidak menghasilkan dampak positif bagi keuangan negara. Jawaban presiden tidak menyampaikan langkah-langkah terukur tentang penyelesaian kasus hukum, kata Abdullah Azwar Anas, interpelator dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB).
Dalam kesempatan itu, Anas menyampaikan sembilan catatan atas jawaban presiden tersebut. Di antaranya, tidak jelasnya kasus PKPS BLBI yang ditangani Kejaksaan Agung dan Polri. Kemudian, jawaban pemerintah yang dianggap mengabaikan tuntutan masyarakat terkait dengan upaya pengembalian uang negara yang dikemplang sejumlah obligor nakal.
FKB juga menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan berlindung pada kebijakan pemerintahan masa lalu. Padahal, lanjut Anas, kesalahan kebijakan pemerintah masa lalu tidak perlu dipertahankan. Dradjad Wibowo dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) menyoroti lemahnya komitmen pemerintah untuk mengembalikan uang negara.
Setelah sidang paripurna, Jaksa Agung Hendarman Supandji membantah bahwa proses hukum kasus BLBI berhenti. Menurut dia, Kejagung sudah menyelesaikan penyelidikan kasus BLBI. Hasilnya, kejaksaan tidak menemukan adanya pelanggaran hukum atas kasus tersebut. Karena itu, Kejagung menyerahkan penanganan kasus tersebut ke Depkeu. (cak/tom/kum)
Sumber: Jawa Pos, 26 Maret 2008